TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati membantah melemahnya rupiah di pasar spot hingga menembus level Rp 13.700 per dolar Amerika Serikat disebabkan kaburnya investor dari pasar surat utang. Menurut dia, investor tengah melakukan penyesuaian atau repositioning untuk melihat risiko pasar.
"Mereka melakukan dari posisi relatif harga yang dimiliki dan prospek yang dilihat. Kalau mereka punya harapan terhadap situasi AS, mereka akan memilih dan melihat apakah risikonya lebih besar atau lebih kecil," kata Sri Mulyani di Kementerian Koordinator Perekonomian, Jakarta, Jumat, 11 November 2016.
Sri Mulyani menegaskan risiko yang ada saat ini sebenarnya kecil. Profil dan rasio utang pemerintah rendah. Defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara pun kecil dibandingkan negara lain. "Surat utang kita, dari sisi risiko, sangat kecil. Jadi tidak ada alasan untuk khawatir terhadap fondasi pengelolaan APBN sehingga harus melepaskan SBN (Surat Berharga Negara)."
Menurut Sri Mulyani, pemerintah telah melihat seluruh kondisi fundamental perekonomian yang dapat mempengaruhi rupiah. Menurut dia, pertumbuhan ekonomi Indonesia relatif paling tinggi di dunia. "Eksposur utang negara dan swasta, kami sudah track itu, relatif dalam posisi lebih kecil," tuturnya.
ANGELINA ANJAR SAWITRI
Baca juga:
Trump Jadi Presiden Amerika Serikat, Ini yang Akan Diawasi Sri Mulyani
Jonan: Kementerian ESDM Serap Anggaran 50 Persen