TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto mengatakan hasil pemilihan Presiden Amerika Serikat tak berdampak langsung terhadap industri dalam negeri. Terpilihnya Presiden Amerika ke-58 tersebut akan sangat mempengaruhi sektor pasar modal. "Industri pengaruhnya tidak terlalu dalam karena lebih jangka panjang," ucapnya seusai rapat di Kementerian Koordinator Perekonomian, Jakarta, Rabu, 9 November 2016.
Kendati demikian, pemerintah mengantisipasi pengaruh hasil pemilihan terhadap revisi suku bunga The Fed yang diperkirakan berlangsung Desember 2016. Selain itu, Airlangga mempertimbangkan kembali keputusan bergabung dengan Kemitraan Trans Pasifik (Trans Pacific Partnership/TPP) pimpinan Amerika Serikat setelah presiden baru terpilih.
Perhitungan hasil voting menunjukkan posisi calon presiden dari Partai Demokrat, Hillary Clinton, semakin terjepit setelah kehilangan suara di Negara Bagian Florida dan Ohio. Pada pukul 11.30, Rabu, 9 November 2016, WIB, Clinton mengumpulkan 209 suara elektoral. Sedangkan calon presiden dari Partai Republik, Donald Trump, unggul dengan 232 suara elektoral.
Baca: Pemilu AS,Wimar: Manfaat Bagi RI Jika Hillary Clinton Menang
Pada pidato kampanyenya, Trump berencana membatalkan segala perjanjian perdagangan yang dianggap merugikan Amerika Serikat. Trump juga mengecam TPP sebagai bentuk pemerkosaan terhadap Amerika Serikat dan bahaya terbesar.
Tak hanya itu, Trump juga meminta kerja sama perdagangan bebas Amerika Utara (North America Free Trade) dibatalkan karena akan berpengaruh negatif terhadap lapangan pekerjaan di Amerika Serikat.
Airlangga tak khawatir terhadap putusan ekonomi Trump yang bisa saja berubah. "Kita lihat perkembangannya," tuturnya.
Simak: Soal Pajak Google, Sri Mulyani: Fair Jika Mereka Harus Bayar
Namun Airlangga menilai Indonesia tetap perlu bergabung dengan TPP karena menguntungkan. "Kalau Vietnam masuk TPP dan Singapura atau Malaysia di dalam, kita penting untuk ikut karena daya saing industri alas kaki kena tarif multi MFN (most favourable nations), sedangkan mereka tarif khusus itu sudah beda 5-10 persen."
PUTRI ADITYOWATI