TEMPO.CO, Jakarta - Nilai tukar rupiah yang ditransaksikan antar bank di Jakarta pada Selasa, 8 November 2016 sore bergerak melemah sebesar 32 poin menjadi Rp 13.087 dibandingkan sebelumnya di posisi Rp 13.055 per dolar Amerika Serikat.
Kepala Riset Monex Investindo Futures Ariston Tjendra mengatakan bahwa dolar AS masih dalam arus penguatan terhadap mayoritas mata uang dunia, termasuk rupiah pasca konfirmasi Biro Investigasi Federal (FBI) yang menghilangkan tuduhan terhadap Hillary Clinton.
"Kondisi itu memicu optimisme pasar akan kemenangan Hillary Clinton yang nantinya akan membawa perekonomian Amerika Serikat ke arah yang lebih baik," kata Ariston di Jakarta, Selasa, 8 November 2016.
Di sisi lain, Ariston melanjutkan, apresiasi dolar AS juga dipicu oleh selera pasar yang meningkat terhadap dolar AS karena semakin dekatnya keputusan bank sentral AS (The Fed) yang berpotensi akan meningkatkan suku bunga AS pada bulan Desember 2016.
"Kondisi itu memicu permintaan aset safe haven seperti dolar AS kembali diminati pelaku pasar," katanya.
Pengamat pasar uang PT Bank Woori Saudara Indonesia Tbk. Rully Nova menambahkan bahwa fluktuasi mata uang rupiah kembali didominasi oleh sentimen eksternal, terutama dari Amerika Serikat.
"Kendati demikian, nilai tukar domestik relatif masih stabil disebabkan sentimen dari dalam negeri juga masih memiliki sentimen positif," kata Rully.
Rully mengatakan bahwa ekonomi Indonesia yang masih mencatatkan pertumbuhan pada kuartal III tahun ini di tengah ekonomi global yang bervariasi menandakan sejumlah kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah cukup berjalan dengan baik.
Sementara itu, dalam kurs tengah Bank Indonesia (BI) pada Selasa ini, 8 November 2016 mencatat nilai tukar rupiah bergerak melemah menjadi Rp 13.090.
ANTARA