TEMPO.CO, Jakarta - Volume ekspor komoditas kopi tahun ini mengalami penurunan hingga mencapai 15% akibat faktor cuaca yang tidak menentu sehingga mengakibatkan kualitas kopi menurun.
Ketua Gabungan Eksportir Kopi Indonesia (Gaeki) Jawa Timur, Ichwan Nursidik mengatakan anomali cuaca seperti El Nino atau musim kering berkepanjangan beberapa bulan lalu sempat membuat produksi biji kopi memburuk.
“Kondisi penurunan ekspor kopi ini sebetulnya sudah terjadi sejak beberapa tahun terakhir, dan tahun ini lebih karena produksinya yang turun,” katanya, Jumat (4 November 2016).
Adapun Gaeki Jatim mencatat hingga Oktober tahun ini total ekspor kopi hanya mampu mencapai 55.000 ton, padahal akhir tahun ini volume ekspor ditargetkan bisa mencapai 65.000-70.000 ton. Target tersebut sudah diturunkan bila dibandingkan capaian ekspor kopi pada 2015 yang mampu mencapai 75.000 ton.
Selama ini produksi kopi di Jatim sebanyak 75% untuk mengisi pasar ekspor ke Jepang, Korea Selatan dan Amerika Serikat khususnya kopi jenis Arabika, serta ekspor ke Jerman, Italia dan Eropa untuk kopi jenis Robusta. “Untuk pasar domestik hanya bisa disuplai sekitar 25% dari total produksi kopi,” imbuhnya.
Dia mengatakan meski sekarang ini sudah menjadi tren maraknya kedai atau café kopi di Jatim tetapi sejauh ini belum mampu mempengaruhi permintaan kopi di dalam negeri, dibandingkan dengan pasar asing.
“Kalau pasar dalam negeri kan kebutuhan atau permintaannya tidak dalam jumlah besar, tetapi butuhnya sedikit-sedikit. Seharusnya sih pasar domestik ini lebih potensial karena mereka butuh, membeli dan langsung membayar tunai dibandingkan proses ekspor,” ungkap Ichwan.
Akibat rendahnya produksi kopi, cukup mendorong peningkatan harga kopi. Seperti kopi jenis Robusta yang sebelumnya hanya Rp20.000/kg kini menjadi Rp23.000-Rp24.000/kg, sedangkan kopi jenis Arabika harganya kini berkisar Rp50.000-Rp90.000/kg.