TEMPO.CO, Jakarta - Dewan Eksekutif Bank Dunia menyetujui pinjaman kebijakan pembangunan (development policy loan) reformasi logistik Indonesia sebesar US$ 400 juta. Kebutuhan pinjaman ini digunakan untuk memperbaiki logistik dan memperlancar konektivitas, yang dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi juga mengurangi kemiskinan.
Kepala Perwakilan Bank Dunia di Indonesia Rodrigo Chaves mengatakan pinjaman itu diarahkan untuk mengatasi hambatan rantai pasokan, seperti dwelling time yang lama di pelabuhan dan prosedur izin perdagangan.
“Perbaikan logistik bisa mengurangi biaya barang dan jasa, khususnya di wilayah terpencil dan tertinggal Indonesia,” kata Chaves dalam keterangan tertulisnya, Kamis, 3 November 2016.
Adapun biaya logistik Indonesia saat ini sebesar 25 persen penjualan manufaktur, masih tinggi dibandingkan dengan Thailand sebesar 15 persen dan Malaysia 13 persen. Chaves mencontohkan, pengiriman peti kemas dari Shanghai, Cina, ke Jakarta lebih murah dibandingkan biaya pengiriman barang dari Jakarta ke Padang, Sumatera Barat.
Pinjaman juga akan mendukung Indonesia melakukan transisi yang diperlukan, yaitu beralih dari ekonomi yang bergantung kepada komoditas menuju ekonomi berbasis manufaktur yang berdaya saing tinggi.
Menurut Chaves, logistik yang mahal dan tidak handal merupakan salah satu hambatan bagi daya saing Indonesia.
“Teratasinya hambatan itu akan menambah produksi dan ekspor,” kata Chaves. Selain itu, dengan berakhirnya masa kejayaan komoditas juga akan memperbaiki daya saing dalam produksi nonkomoditas.
Tiga komponen utama dalam pendanaan ini adalah peningkatan kinerja pelabuhan, peningkatan daya saing layanan logistik, serta memperkuat fasilitas perdagangan.
GHOIDA RAHMAH