TEMPO.CO, Jakarta - Nilai tukar rupiah dalam transaksi antarbank di Jakarta pada Rabu pagi, 2 November 2016, turun 13 poin menjadi 13.062 per dolar Amerika Serikat.
Ekonom dari Samuel Sekuritas, Rangga Cipta, mengatakan inflasi yang naik dan indeks manufaktur Indonesia yang cenderung masih melambat menjadi salah satu sentimen negatif dalam negeri, menambah pesimisme prospek pertumbuhan ke depan.
"Kondisi itu membuat rupiah akan cenderung fluktuatif dalam jangka pendek dengan kecenderungan melemah," kata Rangga.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat inflasi Oktober 2016 mencapai 0,14 persen, inflasi tahun kalender Januari-Oktober 2016 mencapai 2,11 persen dan tingkat inflasi dari tahun ke tahun 3,31 persen.
Sedangkan data The Nikkei Indonesia Manufacturing Purchasing Managers Index pada Oktober berada di poin 48,7 atau turun dari posisi September yang di level 50,9 dan Agustus 50,4.
Di sisi lain, Rangga menjelaskan, ada pengaruh dari harga minyak yang turun, menyusul kabar kesepakatan pemangkasan produksi minyak mentah anggota Organisasi Negara-Negara Pengekspor Minyak Bumi (OPEC) yang terancam gagal.
"Dari pasar global, secara umum ketidakpastian masih tinggi terlihat dari sejumlah mata uang yang masih cenderung terdepresiasi," katanya.
Rangga menambahkan bahwa fokus pasar saat ini juga tertuju pada pertemuan Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC).
ANTARA