TEMPO.CO, Jakarta - Nilai tukar rupiah yang ditransaksikan antar bank di Jakarta pada Senin sore bergerak melemah sebesar tiga poin menjadi Rp 13.048, dibandingkan sebelumnya di posisi Rp 13.045 per dolar AS.
"Nilai tukar rupiah bergerak dalam kisaran terbatas di tengah antisipasi pelaku pasar uang terhadap sejumlah data ekonomi domestik serta kebijakan bank sentral Amerika Serikat (The Fed)," kata pengamat pasar uang Bank Woori Saudara Indonesia Tbk, Rully Nova di Jakarta, Senin, 31 Oktober 2016.
Rully mengatakan bahwa data inflasi Oktober 2016 dan produk domestik bruto (PDB) kuartal III masih menjadi perhatian pelaku pasar uang di dalam negeri yang sedianya akan dirilis pada November nanti. Pelaku pasar berharap data yang dipublikasikan sesuai dengan harapan sehingga dapat menopang rupiah untuk kembali terapresiasi.
Selain itu, menurut Rully, pelaku pasar juga sedang menanti hasil pertemuan Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC) pada 1-2 November nanti. Kenaikan suku bunga AS cukup terbuka mengingat sejumlah data yang dirilis menunjukkan perbaikan.
Data terbaru yang dirilis Amerika Serikat yakni produk domestik bruto kuatal III 2016 yang meningkat menjadi 2,9 persen, di atas proyeksi pasar yang sebesar 2,6 persen.
Analis dari PT Platon Niaga Berjangka, Lukman Leong, menambahkan bahwa harga komoditas minyak mentah dunia yang cenderung melemah juga turut menahan laju mata uang rupiah terhadap dolar AS.
Terpantau, harga minyak mentah jenis WTI pada Senin (31/10) sore ini, berada di level 48,61 dolar AS per barel, turun 0,18 persen. Sementara minyak mentah jenis Brent di posisi 49,60 dolar AS per barel, melemah 0,22 persen.
Sementara itu, dalam kurs tengah Bank Indonesia (BI) pada Senin ini mencatat nilai tukar rupiah bergerak melemah menjadi Rp 13.051 per dolar AS. Pelemahan itu bila dibandingkan Jumat pekan lalu ketika rupiah berada di level Rp 13.048 per dolar AS.
ANTARA