TEMPO.CO, Jakarta - Harga minyak kelapa sawit atau CPO kembali turun dari level tertinggi akibat merosotnya tingkat ekspor dari Malaysia dan aksi profit taking. Pada kuartal IV/2016, harga CPO diprediksi bergerak dalam kisaran 2.500--3.000 ringgit per ton.
Pada penutupan perdagangan bursa Malaysia, Selasa (25 Oktober 2016), harga CPO untuk kontrak teraktif Januari 2017 menurun 62 poin atau 2,2% menuju 2.760 ringgit (US$659,92) per ton. Hari sebelumnya, harga mencapai level tertinggi sejak Maret 2014, yakni 2.882 ringgit (US$676,65) per ton.
Josephine Goh, Associate Sirector of Futures & Commodities RHB Investment Bank, menyampaikan melemahnya tingkat ekspor terkini membebani harga. Berdasarkan data Intertek Testing Services, pengiriman CPO dari Malaysia pada tanggal 1--25 Oktober sejumlah 990.939 ton, turun 10,9% dari periode yang sama bulan sebelumnya sebesar 1,11 juta ton.
Selain itu, tingginya harga membuat pasar tertarik untuk melakukan aksi ambil untung. "Profit taking setelah reli baru-baru ini juga menjadi sentimen negatif," ujarnya Selasa (25 Oktober 2016).
Sentimen negatif juga datang dari Cina karena melemahnya impor. Bea Cukai Administrasi Umum setempat menyampaikan penerimaan CPO dari luar negeri pada September turun 15% secara tahunan (year on year/ yoy) menuju 480.000 ton.
Pencapaian bulan lalu membuat impor CPO Negeri Panda sepanjang tahun berjalan sudah terkoreksi 28,4% menuju ke 3,08 juta ton.
Mandiri Sekuritas dalam publikasi risetnya memaparkan, harga CPO masih memiliki kemungkinan untuk reli pada kuartal IV/2016 dan paruh pertama 2017 akibat masih terasanya efek pengurangan produksi yang dipicu cuaca kering dari gejala El Nino.
Setelah itu, membaiknya kondisi cuaca bakal membuat proses penanaman pulih, sehingga menyiratkan sentimen bearish bagi harga CPO pada semester kedua tahun depan.
Sementara dari sisi permintaan, CPO mengalami hambatan yang cukup serius seperti rencana pemerintah Cina melepaskan minyak canola sebesar 2--2,5 juta ton mulai 12 Oktober 2016, rendahnya harga minyak mentah, dan kemungkinan revisi bea cukai India menjelang festival Diwali pada 30 Oktober 2016.
Menurut Mansek, rebound produksi pada kuartal keempat membuat harga terkoreksi menuju kisaran 2.500--2.600 ringgit per ton. Namun, naiknya permintaan menjelang Tahun Baru China dan musim penanaman yang rendah membuat harga meningkat ke posisi 2.800--2.900 ringgit per ton pada Desember 2016 atau awal 2017.
FAKTOR IMLEK
Tahun Baru Cina atau Imlek jatuh pada tanggal 28 Januari 2017. Adapun pada tahun depan, rerata harga CPO diprediksi sekitar 2.700 ringgit per ton.
Dalam riset lainnya, JP Morgan menyampaikan persediaan CPO Malaysia menunjukkan tren meningkat. Pada September, stok naik 6% secara bulanan (month on month/ mom) menuju 1,55 juta ton.
Akan tetapi, angka itu masih lebih rendah 42% yoy karena menurunnya produksi tandan buah segar atau TBS akibat efek El Nino yang masih terasa. Musim produksi yang rendah pada akhir kuartal IV/2016 dan kuartal I/2017, peningkatan harga kedelai karena naiknya permintaan, serta kekhawatiran cuaca di Amerika Selatan dapat menopang harga CPO di level 2.600--2.700 ringgit per ton dalam waktu dekat.
Adapun pada tahun depan, produksi diprediksi dapat pulih sehingga berpeluang melebihi tingkat permintaan. Oleh karena itu, harga CPO bisa mendapatkan tekanan serius dan bergerak di kisaran 2.320 ringgit per ton.
Alan Lim, analis MIDF Research, menyampaikan harga CPO pada kuartal IV/2016 bakal bergerak di kisaran 2.500--2.900 ringgit per ton. Faktor utama yang memengaruhinya ialah perlambatan produksi dan kenaikan harga kedelai.
Badai yang terjadi di Carolina Utara, salah satu negara bagian Amerika Serikat, memengaruhi produksi kedelai. Diperkirakan cuaca buruk akan meluas ke sekitar wilayah perkebunan, sehingga proses penanaman terganggu.
Menurunnya prospek produksi kedelai dari Paman Sam ditambah dengan menguatnya ekspor memberikan kabar positif bagi CPO. Pasalnya, peningkatan harga minyak kedelai turut mengerek komoditas subtitusinya.
Sementara dari sisi fundamental CPO, fenomena El Nino yang kuat sudah berakhir pada Mei 2016, tetapi masih terasa kepada perkebunan kelapa sawit di Indonesia dan Malaysia. Dalam sembilan bulan pertama 2016, produksi CPO Negeri Jiran turun 15% yoy menuju 12,6 juta ton. Merosotnya produksi tentunya memberikan sentimen positif terhadap harga.
BISNIS