TEMPO.CO, Denpasar - Ratusan sopir transportasi berbasis aplikasi online yang tergabung dalam Paguyuban Transportasi Online Bali (PTOB) menggelar aksi damai di gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Bali, Rabu, 26 oktober 2016.
Aksi itu digelar untuk menuntut Gubernur Bali mencabut Surat Keputusan Gubernur tentang larangan operasional Uber dan Grab di Bali. “Larangan telah menimbulkan berbagai bentuk arogansi yang dilakukan olek kelompok dengan berlindung di balik desa adat maupun banjar,” kata Ketua PTOB, I Wayan Suata.
Menurut dia para sopir taksi pangkalan seakan-akan menjadi polisi karena bisa minta SIM, STNK. Kalau mau mengambil surat yang ditahan, sopir online dikenakan denda. Padahal, kata Suata, transportasi online mampu menyerap 10 ribu tenaga kerja dan dapat menghidupi sekitar 30 ribu orang. “Kami ke sini ingin dijembatani oleh anggota Dewan yang merupakan wakil rakyat," katanya.
Setelah semua massa berkumpul, sekitar 20 orang perwakilan masuk untuk menemui anggota Komisi III DPRD Bali. Ketua Komisi III DPRD Bali Nengah Tamba mengatakan aspirasi yang disampaikan akan sopir online akan diperjuangkan selama sesuai dengan Undang-undang yang berlaku.
Tamba menambahkan, meski menerima para pengunjuk rasa, pihaknya juga butuh waktu untuk menangani persoalan tersebut. "Kami butuh waktu dan tidak bisa terburu-buru. Yang penting jaga dulu kondusifitas serta situasi keamanan. Kita itu sama-sama cari makan, nggak usah ribut-ribut," ujarnya.
Adapun SK Gubernur Bali yang diprotes adalah Nomor 551/2783/ DPIK tanggal 26 Februari 2016. SK itu melarang operasional angkutan aplikasi online Taksi Uber, GrabCar dan GoCar di Bali. Sebelumnya, kalangan sopir non-online di Bali telah melakukan aksi meminta Gubernur Bali menegakkan SK tersebut.
ROFIQI HASAN