TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Syarkawi Rauf mengatakan ada lima poin perubahan utama dalam revisi Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang larangan monopoli dan praktek persaingan usaha tidak sehat. Namun, dari lima poin itu, yang paling penting adalah soal denda.
"Kami ingin ada perubahan soal denda persaingan," kata Syarkawi saat ditemui di Balai Sudirman, Jakarta Selatan, Rabu, 26 Oktober 2016.
Syarkawi menuturkan denda persaingan dalam aturan saat ini maksimum Rp 25 miliar. Padahal banyak pelaku kartel selama ini yang keuntungan dari bisnis kartelnya lebih dari Rp 25 miliar. "Tapi kami tak bisa menghukum lebih dari itu karena ketentuannya seperti itu."
Karena itulah Syarkawi menginginkan ada perubahan soal denda. Syarkawi mengutarakan ia menginginkan denda itu sejumlah 30 persen dari penjualan selama masa kartel itu terjadi. "Semoga prosesnya cepat selesai, sehingga tahun depan bisa bekerja dengan aturan baru," tuturnya.
Mengenai denda, Syarkawi menjelaskan, pengalaman di Korea Selatan dan Jepang, ketika mereka juga menggunakan persentase penjualan seperti yang diucapkannya. Bagi dia, denda yang tinggi itu akan membuat persaingan usaha semakin sehat. "Hanya kompetisi yang membuat pertumbuhan.”
Adapun empat hal lain yang akan direvisi dalam undang-undang itu adalah definisi pelaku usaha. Selama ini KPPU hanya bisa mengawasi perusahaan yang bersaing di Indonesia, padahal ada kasus persaingan yang dilakukan di Singapura atau Malaysia yang kemudian berdampak ke Indonesia.
Hal kedua adalah penguatan KPPU secara kelembagaan. Ketiga, terkait dengan kewenangan KPPU menggeledah dan menyita suatu hal yang terkait dengan penyelidikan persaingan usaha. "Ini pun di dalam revisi dilakukan bersama kepolisian," ucapnya.
Terakhir adalah mengubah aturan notifikasi proses merger atau akuisisi ke KPPU. Dalam aturan yang lama, proses ini berada di tahap post merger atau akuisisi dan Syarkawi berharap ke depan bisa dilakukan pada tahapan pre-merger atau akuisisi.
DIKO OKTARA