TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Pertanian mengambil sejumlah langkah terkait dengan stabilisasi harga daging. Kebijakan yang diambil Kementerian itu dalam dua bentuk, yaitu kebijakan jangka pendek dan kebijakan jangka panjang.
"Kebijakan ini bukan kebijakan panik, tapi sudah disusun dengan tahapan jelas, sistematis, dan terukur," kata Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian Ketut Diarmita dalam siaran pers yang diterima Tempo, Selasa, 25 Oktober 2016.
Ketut menuturkan kebijakan jangka pendek yang dia maksud meliputi kebijakan operasi pasar dan pembukaan impor dari negara lain. Kebijakan operasi pasar dan impor daging beku sudah dilakukan sejak Ramadan 2016 sampai saat ini, yang tersebar di 20 pasar tradisional DKI Jakarta dan Toko Tani Indonesia (TTI).
Sedangkan untuk kebijakan jangka panjang, Ketut menjelaskan, pemerintah telah menyusun dua kebijakan yang hasilnya dirasa baru dirasakan 3-4 tahun mendatang. Kebijakan itu adalah adanya rasio wajib 5:1 untuk impor sapi bakalan.
Rasio wajib 5:1 dimaksudkan agar importir yang memasukkan sapi bakalan diwajibkan menyertakan pula sapi indukan, dengan rasio lima ekor sapi bakalan berbanding dengan satu ekor sapi indukan. Kebijakan ini sudah disinergikan dengan kebijakan Kementerian Perdagangan.
Kebijakan jangka panjang yang kedua adalah upaya khusus sapi indukan wajib bunting atau UPSUS SIWAB. Terkait dengan langkah ini, Ketut menambahkan, kebijakan tersebut dilakukan melalui inseminasi buatan. Sampai awal Oktober, telah lahir 1,4 juta ekor anak sapi, dan tahun depan targetnya adalah tiga juta ekor.
Ketut berharap, dengan kebijakan-kebijakan di atas, populasi sapi diharapkan secara bertahap mengalami peningkatan serta mengurangi impor sapi dan daging sapi. "Sehingga target Presiden swasembada daging sapi pada 2026 dapat tercapai," ujar Ketut.
DIKO OKTARA