TEMPO.CO, Jakarta - Bank Dunia memprediksi harga emas pada 2016 mencapai rerata US$1.250 per troy ounce atau meningkat 7,66% dibandingkan tahun sebelumnya. Namun, nilai jual bakal terkoreksi menuju US$1.219 per troy ounce pada 2017 seiring dengan dampak pengerekan suku bunga Federal Reserve dalam rapat Desember nanti.
Pada penutupan perdagangan Jumat (23 Oktober 2016) harga emas gold spot naik 0,7 poin atau 0,06% menuju ke US$1.266,46 per troy ounce (Rp530.143,6 per gram).
Adapun harga jual emas Antam turun Rp1.000 per gram ke level Rp559.600—Rp599.000 per gram pada Sabtu (22 Oktober 2016). Sementara itu, harga buyback stagnan di posisi Rp526.000 per gram.
Penguatan emas melewati sentimen dolar. Jumat kemarin indeks dolar terpantau naik 0,38 poin atau 0,39% menuju ke 98,695.Dalam laporan bertajuk Commodity Markets Outlook October 2016, Bank Dunia memprediksi harga logam mulia bakal meningkat 7% secara tahunan (year-on-year/yoy) pada Tahun Monyet Api akibat meningkatnya permintaan. Emas dan perak bakal mencatatkan kinerja terbaik dengan peningkatan 8%.
Akan tetapi, keduanya cenderung menurun setelah Paman Sam melakukan pengetatan kebijakan melalui peningkatan suku bunga Federal Reserve. Ini menyebabkan dolar AS lebih kuat, sehingga minat investor terhadap batu kuning sebagai aset safe haven mulai surut.
Rapat Federal Open Market Committee (FOMC) penutup tahun ini akan dilaksanakan pada 13--14 Desember 2016. Probabilitas pengerekan suku bunga pada FOMC terakhir sudah di atas 60%, yang artinya sangat berpeluang untuk terjadi.
Untuk emas fisik, permintaan masih tetap kuat dari India dan China, karena ekonomi keduanya diperkirakan bakal pulih. Tantangan emas fisik ialah jumlah produksi tambang yang bakal diperluas sehingga menambah pasokan baru ke dalam pasar.
Pada 2017, harga emas diprediksi terkoreksi 2,48% menjadi US$1.219 per troy ounce. Sebelumnya, batu kuning berhasil menguat 7,66% menuju ke US$1.250 per troy ounce pada tahun ini.
Adapun harga perak di tahun depan bakal merosot tipis 0,65% menjadi US$16,89 per troy ounce. Pada 2016, perak menguat 8,14% menuju ke US$17 per troy ounce.
Sementara itu, harga platinum diprediksi terkoreksi 5% yoy akibat surplus suplai yang tidak seiring dengan penurunan permintaan. Tingkat konsumsi merosot disebabkan pengetatan kebijakan moneter dan penguatan dolar AS.
"Secara umum, harga logam mulia berpeluang naik bila ada sejumlah faktor penunjang seperti kenaikan inflasi, kekhawatiran makro ekonomi, peristiwa geopolitik yang negatif. Di sisi lain, kuatnya permintaan fisik dari konsumen, bank sentral, dan investor dapat mengatrol nilai jual," papar laporan yang dikutip Bisnis, Minggu (23 Oktober 2016).
Pada kuartal III/2016, logam mulia sudah meningkat 8% akibat menguatnya tingkat permintaan investor dan peningkatan selera sebagai aset lindung nilai. Hal ini dipicu perlambatan Federal Reserve dalam mengerek suku bunga, sehingga dolar AS masih rentan.
Kinerja pada periode Juli--September 2016 ini juga menunjukkan harga logam mulia meningkat selama tiga kuartal berturut-turut. Sepanjang tahun berjalan, indeks harga naik lebih dari 20%.
Perak menjadi logam mulia dengan prestasi gemilang setelah mencatatkan pertumbuhan 16% karena menguatnya permintaan investor. Penyerapan fisik juga ditunjang meningkatnya produksi alat Photovoltaic (PV) di China. Photovoltaic (PV) adalah suatu sistem untuk mentransfer radiasi matahari atau energi cahaya menjadi energi listrik.
Goldman Sachs sebelumnya memprediksi harga perak bakal terus positif hingga 2017, dan pertumbuhannya melebihi pertumbuhan harga emas. Pasalnya, tingkat produksi global dipangkas hingga 9%.
Harga emas meningkat 6% sepanjang triwulan ketiga akibat penundaan pengerekan suku bunga The Fed dan kekhawatiran terhadap dampak Brexit. Namun, harga turun tajam pada awal Oktober akibat komentar Bank Sentral Eropa (European Central Bank/ ECB) yang menunda pembelian obligasi dan sentimen hawkish Federal Reserve.
Permintaan emas fisik juga melemah tahun ini akibat menurunnya konsumsi di China dan India. Akan tetapi, Negeri Hindustan masih akan meningkatkan penterapan selama musim festival dan pernikahan. Salah satu perayaan besar di India ialah Festival Diwali yang jatuh pada tanggal 30 Oktober 2016.
Sebagai informasi, World Bank’s Commodity Markets Outlook dirilis secara triwulan pada bulan Januari, April, Juli, dan Oktober. Laporan ini memberikan analisis perihal pasar komoditas utama dalam kelompok, seperti energi, logam, agrikultur, logam mulia, dan pupuk.
Lukman Otunuga, Research Analyst FXTM, mengatakan emas sempat menguat ke area US$1.270 per troy ounce pada pekan kemarin karena kombinasi beberapa faktor, seperti melemahnya USD dan harapan peningkatan suku bunga Fed, peningkatan ketidakpastian menjelang pilpres AS, serta isu Brexit yang memicu gelombang penghindaran risiko.
Dari sudut pandang teknikal, walaupun emas masih bearish di rentang waktu harian, harga di posisi US$1.270 dapat menuju level resistance US$1.285 per troy ounce.
"Pada titik itulah aksi penjualan akan memegang kendali," ujarnya dalam publikasi riset, Jumat (21 Oktober 2016).