TEMPO.CO, Makassar -- Ketua Asosiasi Advokat Indonesia Kota Makassar, Hasman Usman, merespons rencana Kementerian Keuangan yang membidik profesi pengacara untuk ikuti program tax amnesty.
"Tapi harus jelas dulu prosesnya. Karena selama ini tidak ada sistem baku yang mengontrol pendapatan pengacara," kata Hasman kepada Tempo, Sabtu 22 Oktober 2016.
Menurut dia, pendapatan pengacara yang bersifat personal dengan kliennya tidak bisa diprediksi. Alasannya, hal itu bergantung antara kesepakatan seorang pengacara dengan klien yang didampingi.
Hasman mengatakan tidak ada pihak atau pola yang disepakati untuk mengetahui pendapatan tiap pengacara. Akibatnya, pendapatan mereka tidak dapat diperkirakan untuk kepentingan pembayaran pajak.
"Berbeda bila pengacara itu terikat kontrak dengan badan atau perusahaan," kata Hasman.
Menurut dia, pajak pengacara yang mendampingi badan atau perusahaan akan dengan sendirinya akan dibayarkan oleh perusahaan. Hasman mengatakan, pembayaran pajak itu biasanya tertuang dalam nota perjanjian sebelum mendampingi kliennya.
"Jadi honor pengacara sudah dipotong pajak oleh perusahaan. Akan jelas kelihatan bila perusahaan yang bersangkutan itu diaudit," imbuh Hasman.
Dia juga mempertanyakan ketentuan profesi pengacara harus dikejar dalam hal pembayaran pajak. Menurut dia, setiap pengacara telah punya nomor pokok wajib pajak. Selain itu, segala kewajiban pajak juga telah ditunaikan.
"Sekarang tidak ada pengacara yang tidak bisa lolos dari semua pembayara pajak yang diwajibkan," kata Hasman.
Ketua Dewan Kehormatan Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) Sulawesi Selatan, Tajuddin Rachman, mempertanyakan langkah pemerintah membidik pengacara untuk tax amnesty.
"Bagaimana cara mereka menghitungnya sementara tidak ada undang-undang tentang standar pendapatan pengacara," ujar Tajuddin.
Menurut dia, tidak selamanya pengacara mendapat bayaran ketika mendampingi kliennya. "Malah banyak yang kami dampingi secara gratis," imbuh dia.
Tajuddin mengatakan bisa saja pengacara diwajibkan membayar pajak bila ada aturan jelas ihwal standardisasi pendapatan atau bayaran pengacara. "Beda kalau kami menjadi lawyer badan atau pemerintah karena faktur pajaknya diurus oleh mereka," ujar Tajuddin.
Sebelumnya Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mendorong kalangan profesional turut mengikuti program pengampunan pajak. Salah satunya adalah pengacara. Menteri menilai kontribusi wajib pajak orang pribadi (WP OP) non-karyawan dinilai masih cukup rendah.
ABDUL RAHMAN