TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua Komite Ekonomi dan Industri Nasional Indonesia Arif Budimanta mengatakan untuk mencapai pertumbuhan ekonomi sebesar 7 persen, pemerintah tidak hanya bisa mengandalkan sisi konsumsi rumah tangga. Menurut dia, satu-satunya faktor yang bisa meningkatkan pertumbuhan adalah investasi.
"Saat ini, surplus (neraca perdagangan) dianggap tidak begitu baik. Dari belanja pemerintah juga terbatas dengan pemotongan anggaran. Karena itu, satu-satunya cara untuk mencapai (produk domestik bruto) 7 persen adalah dengan meningkatkan investasi," kata Arif dalam diskusi di Gado-Gado Boplo, Jakarta Pusat, Sabtu, 22 Oktober 2016.
Arif menilai investasi yang perlu digenjot adalah investasi langsung atau direct investment. "Karena penduduk Indonesia mencapai 250 juta orang dan ditambah juga dengan bonus demograsi yang mana didominasi oleh penduduk berpendidikan SD hingga SMP," tutur politikus dari PDI Perjuangan itu.
Investasi langsung itu, menurut Arif, juga mesti difokuskan ke sektor manufaktur. "Manufaktur yang mana? Yang labour intensive (padat karya). Basisnya apa? Basisnya primary manufacturing dari consumption, contohnya makanan. Tapi ini butuh komitmen dan konsistensi," tutur Arif menambahkan.
Anggota Komisi Keuangan Dewan Perwakilan Rakyat, Mukhamad Misbakhun, menilai pemerintah telah berkomitmen dalam membenahi iklim investasi. "Berapa ribu peraturan daerah akan direstrukturisasi. Yang mengganggu iklim investasi mau dikaji dan dihapus. Presiden juga membentuk satgas anti-pungli," katanya.
Misbakhun berujar ada masalah struktural pada ekonomi domestik. Untuk itu, pemerintah meluncurkan 13 paket kebijakan ekonomi. "Tax amnesty juga dibuat untuk memperbaiki iklim investasi. Dengan orang deklarasi, ke depan dia tidak akan menemui hambatan-hambatan hukum," katanya.
ANGELINA ANJAR SAWITRI