TEMPO.CO, Jakarta - Usai rapat koordinasi dengan para kepala daerah, Presiden Joko Widodo masih menyempatkan diri mengumpulkan sejumlah menteri dan kepala lembaga ekonomi untuk melakukan rapat internal.
Menurut Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Thomas Lembong, rapat itu untuk membahas inklusi keuangan.
"Saya belum bisa menyampaikan detilnya, tapi kita bahas inklusi keuangan sebagai hal yang penting," ujar Lembong saat dicegat awak media di Istana Kepresidenan, Kamis malam, 20 Oktober 2016.
Lembong mengatakan rapat itu didorong kekhawatiran masih terbatasnya keuangan domestik yakni hanya sekitar 20-30 persen. Hal itu dipengaruhi oleh masih rendahnya budaya menabung.
"Karena masih tergantung modal dari luar, rupiah rentan kolaps," kata Lembong. Bila modal dari luar ditarik, ucap Lembong, kondisi ekonomi Indonesia bisa memburuk.
Hal itu, menurut Lembong, harus mulai diperbaiki atau dicegah dari sekarang dengan reformasi kebijakan inklusi keuangan. Misalnya, dengan mendorong orang untuk mulai berinvestasi di bank, asuransi, bukan lagi berinvestasi dalam bantuk barang atau hewan.
Baca Juga: Darmin: Inklusi Keuangan Dimulai dari Sertifikasi Tanah
"Saya sempat menjadi Menteri Perdagangan. Banyak keluarga pelihara sapi sebagai aset mereka. Duh, ini bukan zamannya lagi. Aset keluarga itu di bank, asuransi. Kalau peternakan sapi, serahkan ke industri lah," ujarnya Lembong.
Lembong menyebutkan terus melakukan koordinasi dengan Otoritas Jasa Keuangan, bank, perusahaan asuransi, dan multifinance untuk menggenjot inklusi keuangan.
Sebelumnya Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo menargetkan indeks inklusi keuangan Indonesia mencapai 90 persen pada tahun 2023. Target ini masih jauh dari posisi Indeks Keluangan Inklusif Indonesia pada 2014 yang baru 36 persen.
“Nantinya, program bantuan sosial akan berupa fasilitas tabungan bukan tunai, sehingga masyarakat bisa lebih sejahtera,” katanya Rabu, 3 Agustus 2016.
Simak: 60 Persen Dana Repatriasi Amnesti Pajak Diinvestasikan
Posisi Indeks Keuangan Inklusif Indonesia tertinggal dibanding Thailand (78 persen) dan Malaysia (81 persen). Kendati demikian, akses keuangan warga Indonesia lebih maju ketimbang Filipina (31 persen) dan Vietnam (31 persen).
Indonesia sebenarnya telah memulai program peningkatan akses keuangan sejak 2012. Indikator keberhasilannya antara lain jumlah layanan keuangan formal diakses oleh 1.000 penduduk dewasa, jumlah rekening tabungan di lembaga keuangan formal digunakan oleh 1.000 penduduk.
ISTMAN MP | PUTRI ADITYOWATI