TEMPO.CO, Jakarta - Badan Penanaman Modal Daerah (BPMD) Jawa Tengah mencatat realisasi nilai investasi Jawa Tengah hingga Triwulan III/2016 mencapai Rp 25 triliun atau 90 persen dari target penerimaan tahun ini.
Dari angka itu, nilai investasi terbanyak justru berasal dari perusahaan luar negeri yang membenamkan modalnya di wilayah ini.
Kepala BPMD Jateng Sujarwanto Dwiatmoko mengatakan investor dari luar negeri banyak tertarik dengan ketersediaan lahan dan tenaga kerja asal Jawa Tengah.
Kebanyakan dari mereka mencari lokasi sesuai dengan kebutuhan perusahaan atau berdekatan dengan sumber bahan baku dan kelengkapan sarana transportasi.
Dari nilai investasi senilai Rp 25 triliun, besaran nilai Rp 15 triliun merupakan penanaman modal asing (PMA). Adapun penanaman modal dalam negeri (PMDN) hanya pada angka Rp10 triliun.
“Mereka ada yang ekspansi dan membuat usaha baru. Untuk nilainya, memang PMA porsinya lebih banyak,” papar Sujarwanto, Senin, 17 Oktober 2016.
Dengan waktu tersisa 2 bulan, Sujarwanto meyakini realisasi investasi akan tercapai, bahkan melampaui target. Namun demikian, pihaknya menunggu perkembangan di lapangan mengenai banyaknya kepeminatan investor untuk membenamkan modal di Jawa Tengah.
Pihaknya meminta kepada kepala daerah untuk mempermudah proses perizinan dan memberikan jaminan kenyamanan serta keamanan bagi dunia usaha.
Menurutnya, sektor industri yang masuk ke Jawa Tengah masih didominasi oleh tekstil dan produk tekstil, otomotif, industri kayu, dan telekomunikasi. “Pembangunan sudah berjalan. Tinggal pembenahan tata ruang dan iklim investasi yang nyaman,” terangnya.
Sujarwanto tidak menampik bahwa investasi yang masuk ke wilayahnya masih didominasi oleh industri padat karya, seperti di Boyolali, Jepara, Wonogiri, Salatiga, Semarang, Sragen, Demak, dan daerah lainnya. “Mungkin sampai 3 tahun mendatang masih banyak industri padat karya yang masuk ke Jateng,” paparnya.
Kendati orientasi masih industri padat karya, pihaknya berharap investor yang masuk mulai mengarah ke industri padat teknologi dan mengarah pada subtitusi impor. Hal itu dilakukan untuk mengurangi impor yang menyebabkan daya saing industri.
Beberapa produk untuk subtitusi impor salah satunya adalah suku cadang mobil impor dan sepeda motor. Selain itu, banyak industri yang mengolah sumber daya alam.
Wakil Gubernur Jawa Tengah Heru Sudjatmoko mengatakan, investasi di wilayahnya akan bertambah setiap tahun seiring dengan gelombang ekspansi perusahaan dari Jawa Barat, DKI Jakarta, dan Banten.
Menurutnya, wilayahnya dinilai sangat strategis untuk pengembangan usaha dan biaya upah lebih rendah dibandingkan di provinsi lain.
Di samping itu, pihaknya terus menggenjot pembangunan infrastruktur untuk mendongkrak iklim investasi di Jawa Tengah. Bahkan, dana infrastruktur tahun ini dianggarkan Rp 2,4 triliun.
“Infrastruktur sedang kami perbaiki terus. Bandara di sisi selatan direncanakan ada di Banyumas. Akses transportasi terus kita perbaiki,” paparnya.