TEMPO.CO, Jakarta - Gabungan Perusahaan Rokok (Gapero) Surabaya menyambut Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 147 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau 2017 yang memperlonggar jumlah produksi rokok sigaret kretek tangan (SKT) dan sigaret kretek mesin (SKM).
Ketua Gapero Surabaya Sulami Bahar mengatakan industri rokok optimistis dengan diberlakukannya PMK 147 tersebut akan mengurangi celah peredaran rokok ilegal (rokok dengan pita cukai palsu, rokok dengan pita cukai bukan peruntukannya).
Baca Juga:
“Dengan diperluasnya batasan produksi, maka akan tercipta ceruk pasar yang ditinggalkan selama ini, dan peraturan ini juga akan memberi kelonggaran bagi rokok golongan bawah untuk mengisi pasar yang selama ini diambil oleh rokok ilegal,” jelasnya, Senin, 17 Oktober 2016.
Sulami mengatakan berdasarkan data nasional rokok ilegal ini terus mengambil pangsa pasar. Bahkan pada 2015, pangsa pasarnya rokok ilegal naik sampai 15 persen sehingga menyebabkan kerugian pada negara.
Adapun dalam PMK tersebut, batasan produksi untuk rokok SKT Golongan IIIA, yakni yang sebelumnya hanya 50 juta-350 juta batang per tahun, kini boleh menjadi 10 juta-500 juta batang per tahun.
Adapun SKM Golongan IIA dan IIB yang sebelumnya hanya 0-2 miliar batang per tahun, kini bisa memproduksi hingga 0-3 miliar batang per tahun.
“Pelonggaran batasan produksi SKT Golongan IIIA adalah untuk melindungi kelangsungan hidup SKT yang dari tahun ke tahun turun produksinya karena selera konsumen beralih ke SKM. Pelonggaran batas produksi membuat SKT bisa lebih bertahan dari gempuran rokok jenis SKM,” jelasnya.
Adapun pelonggaran batasan produksi SKM Golongan IIA dan IIB, lanjut Sulami, ialah untuk memberi kesempatan penyesuaian harga jual eceran (HJE) mengingat selisih HJE dengan cukai besar antara golongan I dan Golongan IIA yang terkesan adanya pengerdilan untuk pabrikan SKM Gol IIA.
Tercatat hingga saat ini, ada 400 industri rokok di Jatim yang terdiri dari rokok SKM dan SKT. Hingga September ini, produksi rokok di Jatim turun 7 persen, sedangkan untuk rokok SKT turun 8-10 persen akibat berbagai faktor, salah satunya produksi tembakau yang turun karena anomali cuaca.