TEMPO.CO, Klaten - Di tangan orang kreatif, limbah bisa diolah menjadi produk bernilai ekonomi tinggi. Suwanto adalah salah satu dari sedikit orang kreatif itu. Di tangah lelaki 43 tahun asal Dukuh Gilangsari, Desa Pereng, Kecamatan Prambanan, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah, itu limbah kayu disulap menjadi jam tangan yang menembus pasar Amerika Serikat.
Rumah sekaligus bengkel produksi Suwanto berada di pucuk bukit kecil berketinggian sekitar 50 meter. Untuk menuju rumah nan asri yang menyembul di balik rimbun pepohonan itu, orang mesti bernjalan menanjak lewat jalan sempit dan terjal.
Di rumah itulah potongan kayu sonokeling, mahoni, dan jati limbah produsen mebel dari berbagai daerah diolah menjadi jam tangan dan krepyak (mata rantai) memakai mesin pemotong, bor, mesin bubut, hingga alat oven. Dirangkai secara presisi, krepyak mungil bermerek Wewood itu tak kalah luwes dengan rantai jam dari besi. “Selama tiga tahun, sejak 2011, kami memproduksi jam kayu untuk satu pembeli dari Amerika,” kata Suwanto Jumat 14 Oktober 2016.
Pada masa itu Suwanto, dibantu 45 karyawan untuk memproduksi 1.000 jam kayu per bulan. Omzet kotornya mencapai Rp 80 juta per bulan. Tapi, dua tahun lalu, Suwanto memutuskan kontrak karena aturan yang dibuat sepihak oleh rekanan terlalu mengekang. Dia dilarang memproduksi untuk pembeli lain agar desain tak dijiplak. Suwanto juga wajib melapor jika ada perajin lain yang memproduksi jam kayu.
Dia pun sering diminta mengubah desain atau warna sesuai permintaan pasar. Akibatnya dia rugi karena terlanjur membuat jam dengan desain lama yang tak boleh dijual meski di pasar lokal. “Ibarat burung, lebih baik terbang bebas daripada makan enak namun badan terkurung,” kata Suwanto.
Apalagi, dia punya mimpi agar karyawannya yang telah mahir membuat jam kayu kelak bisa membuka usaha mandiri. “Kalau dikekang, anak-anak (karyawan) yang sudah mahir tak bisa berproduksi dan membuka pasar sendiri. Lantas di mana letak pemberdayaannya,” kata Suwanto.
Sejak putus kontrak dengan rekanan itu karyawanya tinggal enam orang. Dia memberi bantuan alat produksi untuk karyawan yang sudah tak bekerja, agar menjadi perajin jam kayu mandiri.
Jumlah produksi anjlog, hanya 100 unit per bulan untuk pemesan dari Bandung, dengan sisa omzet Rp 20 juta per bulan. Dengan mereka baru Kowal, jam tangan itu kini dijual dengan harga Rp 400 ribu – Rp 900 ribu perunit. “Dua tahun lalu saya beli Rp 3 juta karena masih pakai merek Wewood dari Amerika,” kata Kepala Desa Pereng, Handaka Respati.
DINDA LEO LISTY