TEMPO.CO, Jakarta - Dinas Perkebunan Jawa Tengah mendorong petani kopi mengembangkan bibit unggul guna mengantisipasi penurunan produksi kopi hingga 30 persen di wilayah setempat.
Catatan Dinas Perkebunan Jawa Tengah, dalam setahun terakhir, menyebutkan, produksi kopi mengalami kemerosotan akibat La Nina tahun ini dan El Nino tahun lalu. Akibatnya, masa tanam mengalami kemunduran yang berimbas pada mundurnya jadwal panen.
Selain itu, musim panen yang diharapkan bisa mendongkrak produksi rupanya di luar ekspektasi karena bersamaan dengan musim basah yang diprediksi sampai akhir tahun ini.
Kepala Dinas Perkebunan Jawa Tengah Yuni Astuti memaparkan, produksi kopi di wilayahnya yang paling banyak diminati adalah kopi arabika dan robusta. Dua jenis kopi itu menjadi andalan konsumen dari luar daerah hingga menembus pasar ekspor.
Produksi kopi arabika di Jawa Tengah saat ini mencapai 60 ribu ton per tahun. Adapun kopi robusta hanya mampu berproduksi 6.000 ton per tahun.
Menurut Yuni, produksi kopi tahun ini diperkirakan jeblok sekitar 30 persen ketimbang perolehan tahun lalu. Hal itu karena pengaruh musim La Nina dan cuaca ekstrem yang menyebabkan hasil produksi tidak maksimal.
“Makanya kami intervensi petani agar mereka menanam dengan hati-hati dan memilih bibit unggul,” ujar Yuni kepada Bisnis, Kamis, 13 Oktober 2016.
Dia mengatakan permintaan kopi dari Jawa Tengah terus meningkat seiring dengan maraknya kedai kopi di sejumlah daerah. Di samping itu, masyarakat sekarang sudah mengikuti tren dan lifestyle di negara maju untuk membiasakan minum kopi.
Yuni mengatakan pemerintah provinsi terus mensosialisasikan kepada para petani agar mempertahankan lahan perkebunan untuk tanaman kopi, karena potensi ke depan sangat bagus.
“Supply and demand belum imbang. Artinya, permintaan terus meningkat, sementara pasokan berkurang,” ucapnya.
Dalam kesempatan terpisah, Dirjen Industri Agro Kementerian Perindustrian Panggah Susanto mengatakan potensi tanaman kopi di Indonesia cukup bagus dibandingkan dengan negara lain. Dengan luasan lahan yang membentang dari Aceh sampai Papua, kata dia, beragam jenis kopi dihasilkan dengan cita rasa berbeda.
Menurut dia, Indonesia merupakan negara penghasil biji kopi terbesar ke empat di dunia setelah Brasil, Vietnam, dan Kolombia dengan produksi rerata 739 ribu ton per tahun atau sekitar 9 persen dari produksi kopi dunia. Adapun biji kopi yang diolah di dalam negeri baru 40 persen dari produksi nasional.
Panggah mengatakan sumbang devisa dari ekspor produksi kopi olahan pada 2015 mencapai US$ 356,79 juta atau meningkat 8 persen dari tahun sebelumnya. Dia mengakui, produk kopi olahan didominasi produk kopi instan, ekstrak, esens, dan konsentrat kopi yang tersebar di kawasan ASEAN, Cina, dan Uni Emirat Arab.
Berdasarkan data Kementerian Perindustrian, impor produk kopi olahan mencapai US$ 106,39 juta atau naik hampir 4 persen dari tahun sebelumnya. Negara pengimpor terbesar berasal dari Malaysia, Brasil, India, Vietnam, Italia, dan Amerika Serikat.
“Dengan kondisi itu, neraca perdagangan produk kopi olahan mengalami surplus US$ 250,4 juta,” kata Panggah.