TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis Yustinus Prastowo Prastowo mengatakan pencapaian dana repatriasi yang minim disebabkan oleh regulasi dan teknis terkait dengan penerapan amnesti pajak. "Pemerintah butuh terobosan," kata dia saat dihubungi, Kamis, 13 Oktober 2016.
Dari sisi regulasi, Yustinus mengatakan ada beberapa ketentuan yang sempat menghambat masuknya amnesti pajak. Salah satunya ialah Peraturan Menteri Keuangan Nomor 127 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak bagi wajib pajak (WP) yang memiliki harta tidak langsung atau special purpose vehicle (SPV).
Beleid tersebut mengharuskan SPV untuk dibubarkan dan dibalik nama jika pemilik ingin ikut amnesti pajak. "Aturan pembubaran SPV bikin sulit. Karena itu, salah satunya fungsinya untuk utang," kata Yustinus. Peraturan tersebut kemudian direvisi. SPV tidak perlu dibubarkan, tapi diganti dengan deklarasi luar negeri.
Pemerintah juga telah menyiapkan aturan terkait dengan trust untuk menampung dana repatriasi. Namun, Yustinus mengatakan banyak orang yang belum percaya dengan stabilitas politik dan kepastian hukum di Indonesia. "Jadi masih wait and see," imbuhnya.
Yustinus mengatakan regulasi yang jadi sebab minimnya repatriasi adalah aturan bahwa repatriasi harus dalam bentuk uang tunai. Jika dibandingkan dengan deklarasi, bentuk harta yang masuk berupa kas atau setara kas, dan surat berharga di luar negeri.
Secara teknis, Yustinus mengatakan instrumen investasi penampung dana amnesti dianggap belum menarik. "Masih terlalu abstrak dan belum jelas," ujarnya. Ia mengatakan pekerjaan pemerintah masih panjang karena harus banyak menyesuaikan peraturan penerapan amnesti.
Hingga Kamis, 13 Oktober 2016, dana repatriasi amnesti berjumlah Rp 143 triliun. Jumlahnya hanya 4 persen dari target, yaitu Rp 1.000 triliun. Sementara dana deklarasi dalam dan luar negeri masing-masing mencapai Rp 2.713 triliun dan Rp 982 triliun.
Melihat minimnya repatriasi, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan pihaknya sudah menyiapkan dua strategi untuk menambah daya tarik repatriasi.
Strategi pertama berfokus kepada kesempatan untuk investasi di dalam negeri. "Pilihan investasi di sektor keuangan pasar modal maupun sektor riil semuanya diperbaiki," kata Sri Mulyani di Kompleks Gedung MPR/DPR/DPD, Jakarta, Rabu, 12 Oktober 2016.
Ia mengatakan strategi tersebut sudah dilakukan oleh beberapa instansi. Salah satunya ialah memberikan kesempatan melalui pasar modal, yaitu permudah listing company, terutama untuk anak usaha BUMN yang bisa menambah pilihan untuk investasi.
Strategi lainnya ialah memperbaiki kesiapan berbagai proyek, mulai dari tingkat studi kelayakan proyek tersebut hingga tingkat hasil yang bisa memberikan kepercayaan kepada para investor.
Sri Mulyani mengatakan wajib pajak orang pribadi dengan kekayaan melimpah pasti sudah memiliki pilihan investasi dananya agar tak hanya menganggur di bank. Sementara masyarakat secara umum akan mencari alternatif investasi yang dianggap aman. "Terutama wajib pajak individu yang tidak terlalu besar," kata dia.
VINDRY FLORENTIN
Baca:
Selebgram dan Buzzer Bakal Dikenai Pajak Penghasilan
Ini Alasan Jokowi Diincar Museum Madame Tussauds
Versi Jaksa Soal Kemiripan Kasus Munir dan Wayan Mirna