TEMPO.CO, Jakarta - Sebanyak 90 persen ikan hasil tangkapan nelayan Kota Batam, Kepulauan Riau, diekspor ke Singapura untuk memenuhi keperluan negara itu. "Memang lebih banyak kami jual ke Singapura," kata Ketua Harian Kelompok Usaha Bersama Nelayan Bina Batam Madani, Musa, di Batam, Kamis, 14 Oktober 2016.
Harga yang ditawarkan pasar Singapura lebih tinggi dibandingkan pasar dalam negeri, sehingga nelayan lebih suka menjual hasil pencariannya ke Negara Singa. Harga ikan pari di Singapura lebih dari Rp 100 ribu per kilogram, sedangkan harga di dalam negeri paling tinggi Rp 80 ribu per kilogram.
Penjualan ikan ke Singapura dilakukan melalui kelompok pengumpul warga negara Indonesia, yang siaga di laut untuk menampung tangkapan ikan nelayan. Penjualan dilakukan langsung di atas kapal, sebelum nelayan merapatkan kapalnya kembali ke pelabuhan.
"Biasanya dilakukan malam hari karena pasar ikan di Singapura buka pukul 02.00 ," kata Musa. Hal itu juga dilakukan karena pasar Singapura menginginkan ikan dalam kondisi segar.
Dia mengaku pengumpul tidak menekan nelayan untuk menjual ikan dengan harga murah karena yang ditawarkan pun nilainya lebih tinggi dibanding penjualan di Batam. "Tidak murahlah, harga pasar saja," ujarnya. Bahkan, menurut Musa, nelayan diperbolehkan ikut ke Singapura untuk menyaksikan penjualan ikan demi mengetahui harga di pasar.
Hal senada dikatakan Ketua Umum KUB Bina Batam Madani, Mansar, yang menyatakan mayoritas ikan hasil tangkapan nelayan diekspor ke Singapura. "Memang begitu dari dulu," tuturnya.
Kelompok Usaha Bersama Bina Madani Batam merupakan kelompok usaha nelayan terbaik se-Indonesia hasil penilaian Bank Indonesia. Kelompok ini mengelola dana sekaligus menyejahterakan anggotanya.
ANTARA