TEMPO.CO, Surabaya - Gubernur Jawa Timur Soekarwo menyetujui kenaikan cukai rokok menjadi 10,54 persen. Kenaikan itu rencananya mulai diberlakukan 1 Januari 2017.
Dia menilai kenaikan tersebut masih relevan. “Kalau naik 9-11 persen, setuju,” ujarnya kepada wartawan seusai upacara peringatan ulang tahun Provinsi Jawa Timur ke-71, Rabu, 12 Oktober 2016.
Soekarwo menjelaskan, dia telah berbicara dengan Direktur Jenderal Pajak Heru Pambudi. Kenaikan cukai rokok disetujui Soekarwo karena bertujuan menambah pemasukan anggaran negara. “Katanya Pak Dirjen Pajak perlu tambahan uang pemerintah,” tuturnya.
Meski menyetujui kenaikan cukai rokok, saat berbicara dengan Dirjen Pajak, Soekarwo terang-terangan mengatakan tidak setuju jika harga rokok dinaikkan menjadi Rp 50 ribu per bungkus, atau naik hampir 100 persen. “Saya terang-terangan bilang nolak kalau naik jadi Rp 50 ribu,” ucap Soekarwo.
Pemerintah, melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor 147/PMK.010/2016 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 179/PMK.011/3012 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau, akan menaikkan tarif cukai rokok dan harga jual eceran rokok. Tujuannya untuk meningkatkan pengendalian konsumsi barang kena cukai berupa hasil tembakau. Selain itu, berkaitan dengan potensi penerimaan pada bidang cukai hasil tembakau.
Melalui beleid tersebut, tidak hanya tarif cukai rokok yang dinaikkan, tapi juga harga jual eceran rokok di pasar. Adapun harga jual eceran per batang paling rendah sesuai tarif baru adalah Rp 655 untuk sigaret kretek mesin, Rp 585 untuk sigaret putih mesin, Rp 400 untuk sigaret kretek tangan dan sigaret putih tangan, serta Rp 655 untuk sigaret kretek tangan filter dan sigaret putih tangan filter.
Sedangkan untuk sigaret kretek mesin hasil tembakau yang diimpor adalah Rp 1.120, untuk sigaret putih mesin hasil tembakau yang diimpor Rp 1.030, sigaret kretek tangan dan sigaret putih tangan dari hasil tembakau yang diimpor adalah Rp 1.215.
EDWIN FAJERIAL