Ikan tuna itu dipasok melalui sebuah perusahaan pengolahan di Bali. Kualitas ikan, kata Umar yang juga ketua nelayan Sendang Biru, ditentukan sistem penyimpanannya. Jika ikan tuna disimpan dengan es yang memadai maka ikan akan terjaga kesegarannya. Bongkahan es untuk mengawetkan ikan didatangkan dari Blitar dan Pakisaji Kabupaten Malang. Sedangkan instalasi pembuatan es yang dikelola kelompok nelayan terbengkalai karena pasokan listrik tak lancar.
“Sehari padam empat kali, es beku kembali mencair,” katanya.
Untuk itulah, dia berharap pasokan listrik stabil dan dayanya ditambah. Tujuannya, agar nelayan memiliki usaha atau pekerjaan lain saat musim paceklik. Seperti mengolah ikan tuna menjadi berbagai produk olahan, seperti abon tuna, bakso tuna dan kerupuk tuna.
Adapun Manajer Kredit Mikro BRI Wilayah Malang, Nanang Setiadi mengatakan telah menyalurkan dana sebesar Rp 17,47 miliar untuk 978 nelayan dalam program Jaring sampai Agustus 2016. Sebagian besar merupakan kredit mikro dengan skema kredit maksimal Rp 25 juta. Kredit nelayan tersebut diperuntukkan untuk perbaiki kapal, membeli bahan bakar, dan memperbaiki alat tangkap. Dana disalurkan ke sejumlah nelayan di Malang, Probolinggo, Pasuruan, Banyuwangi dan Jember.
“Kredit naik 30 persen dibandingkan tahun lalu sebelum ada program jaring,” ujarnya.
Syarat untuk mendapat kredit, kata Nanang, sesuai dengan ketentuan meliputi surat identitas, dan surat keterangan dari desa setempat. Selain itu, nelayan juga tak perlu menjaminkan kapal atau barang miliknya sebagai anggunan. Namun, petugas perbankan juga melakukan survei untuk melihat kemampaun bayar para nelayan yang mengajukan kredit.
Namun, sejauh ini angsuran para nelayan selalu tepat waktu tak banyak yang menunggak. Pembayaran angsuran disesuaikan dengan kondisi keuangan para nelayan. Sementara kebutuhan kredit, dia melanjutkan, disesuaikan dengan kebutuhan para nelayan. “Nelayan bisa mengukur kebutuhan dan kemampuan mengangsur,” tutur Nanang.
BRI membuka kantor di Sendang Biru sejak 2008 lalu. Dia berharap pemerintah memperbaiki infrastruktur untuk meningkatkan daya saing nelayan. Adanya fasilitas listrik dan jalur lintas selatan diharapkan bisa mempercepat distribusi ikan ke industri pengolahan ikan. Selain itu, industri pengolahan ikan bisa beroperasi di sekitar Sendang Biru dan menyerap tenaga kerja lebih banyak.
Kepala Kantor Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Malang Indra Krisna menuturkan sebanyak delapan perbankan terlibat aktif dalam penyaluran kredit untuk nelayan dalam program Jaring. Selama ini kredit ke nelayan rendah karena tingkat resikonya tinggi. Seperti hasil tangkapan yang tak menentu dan pengaruh cuaca. Belum lagi masalah jaminan. Itu sebabnya, OJK menggandeng Jamkrindo dan Jamkrida untuk memberikan jaminan atas kredit para nelayan.
“Butuh jaminan agar kredit tersalurkan tepat sasaran,” kata Indra.
Sampai Agustus 2016, dari total penyaluran kredit Rp 37 triliun, sekitar 0,25 persen di antaranya atau Rp 97 miliar disalurkan ke sektor ikan tangkap dan budidaya. Target secara nasional sebesar empat persen, namun baru terserap dua persen dari total kredit yang disalurkan. Untuk itu, penyaluran kredit ke sektor perikanan akan digenjot. Dia berharap bisa segera terpenuhi target empat persen tersebut.
Menanggapi itu, Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Malang, Nasri Abdul Wahid mengatakan kemudahan akses kredit ke perbankan akan mengikis praktik rentenir yang berlangsung bertahun-tahun. Dia mengakui keberadaan pengambek merugikan para nelayan. “Semakin mudah akses pembiayaan akan mengurangi rentenir,” katanya.
Untuk mengatasinya, pemerintah menurunkan petugas untuk mendampingi para nelayan, terutama untuk membantu manajemen pembukuan aliran keuangan nelayan agar mendapat kepercayaan perbankan. Kini, total nelayan mencapai 3.914 dengan potensi pekerja di sektor perikanan tangkap mencapai 12.063 orang. Total produksi tahun lalu mencapai 11.318 ton ikan tuna.
EKO WIDIANTO