TEMPO.CO, Surabaya – Asosiasi Industri Pengguna Garam Indonesia (AIPGI) memperkirakan anomali cuaca menyebabkan produksi garam anjlok, sehingga pasokan ke industri berkurang.
Sekretaris Umum AIPGI Cucu Sutara mengatakan, produksi garam rakyat Indonesia masih bergantung pada cuaca dan iklim. “Tahun ini sangat turun karena La Nina yang luar biasa. Penurunannya mencapai 20 persen,” kata dia saat ditemui Tempo di sela Rapat Kordinasi Peningkatan Produksi dan Kualitas Garam Nasional di Surabaya, Rabu, 5 Oktober 2016.
Produsen anggota AIPGI terbesar berada di wilayah Jawa Timur, yakni lebih dari 100 perusahaan, disusul 75 perusahaan di Jawa Barat. Sampai periode kedua 2016, anggota AIPGI telah menyerap garam konsumsi sebesar 678 ribu ton untuk masa panen 2015-2016.
Kebutuhan garam konsumsi, kata Cucu, dapat dipenuhi apabila cuaca normal dengan masa panen 4-6 bulan. Namun gara-gara La Nina, Cucu memprediksi kemungkinan kebutuhan importasi garam konsumsi. “Kalau pemerintah tidak segera mengambil keputusan, bisa kacau. Karena garam ini kebutuhan strategis,” tutur dia.
Toh, Cucu meminta impor garam konsumsi dilakukan oleh pemerintah sendiri. Ia mewanti-wanti jangan sampai importasi garam konsumsi disamakan dengan garam industri. “Saya sudah bilang ke regulator (pemerintah), kalau memang ada importir garam industri yang merembes ke konsumsi, cabut izinnya,” kata Cucu.
Ihwal garam industri, dia berpendapat kebutuhannya belum dapat dipenuhi dari petani garam rakyat. Menurutnya, tak semua garis pantai Indonesia dapat memproduksi garam.
Deputi II Bidang Koordinasi Sumber Daya Alam dan Jasa pada Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman RI, Agung Kuswandono meminta petani garam untuk meningkatkan produksi dan kualitas. Ia mengakui kualitas produk garam dari para petani kerap menjadi masalah.
“Kami memahami garam ada KW 1, 2, dan 3. Ada garam khusus ikan, ada garam NaCl tinggi karena untuk farmasi,” ujarnya.
Kementerian Kelautan dan Perikanan, kata dia, tengah berupaya membantu meningkatkan kualitas garam milik petani sehingga nnantinya produksi garam tidak hanya untuk konsumsi. Tapi bisa juga digunakan untuk industri lain.
Mengutip data Kementerian Kelautan dan Perikanan, kebutuhan garam nasional berkisar 4.019.000 ton. Angka itu terdiri dari garam industri sebesar 2.054.000 ton dan garam konsumsi sebesar 1.965.000 ton. Sementara produksi garam nasional mencapai 3.800.000 ton, terdiri atas garam rakyat 3.100.000 dan PT.Garam 700.000 ton. Kualitas garam rakyat sendiri mencapai 70 persen, sementara Produksi 1 (KP1) dan PT Garam 100 persen KP1.
ARTIKA RACHMI FARMITA