TEMPO.CO, Jakarta - Kapasitas pabrik biodiesel naik signifikan menjadi 12 juta kiloliter per Oktober 2016 atau naik dua kali lipat dibandingkan dengan kondisi pada Juli 2015 sebanyak 6 juta kiloliter.
Kenaikan kapasitas pabrik biodiesel itu setelah pemerintah menerapkan kebijakan bauran minyak nabati 15% ke dalam solar atau B—15 pada 2015. Bahkan, bauran biodiesel pada tahun ini dinaikkan menjadi 20% atau B—20.
Kebijakan pemerintah tersebut menjadi sentimen positif untuk investasi pabrik biodiesel di Tanah Air. Apalagi, Eropa yang selama ini menetapkan pajak antidumping terhadap produk kelapa sawit Indonesia baru saja memberhentikan pungutan tersebut sehingga pasar ekspor Benua Biru sangat menggiurkan.
“Ada beberapa pemain baru, tetapi ada juga beberapa pemain lama yang memang dari dulu main di kelapa sawit,” ujarnya, Selasa (4 Oktober 2016). Dia menjelaskan, saat ini total ada 22 perusahana biodiesel. Sebelum kapasitasnya meningkat dua kali lipat seperti sekarang, hanya ada 17 perusahaan.
Dia mencontohkan, investasi perusahaan yang sudah lama berkecimpung di sektor perkebunan sawit misalnya PT Sinar MasAgro Resources and Technology (SMART) yang ikut membangun pabrik biodiesel sejak tahun lalu dan mulai dioperasikan tahun ini.
Pertengahan tahun lalu, salah satu raksasa kelapa sawit domestik itu menyebut akan membangun dua pabrik di Kalimantan Selatan dan Jakarta yang masing-masing kapasitas produksinya mencapai 300.000 ton per tahun dengan investasi total mencapai US$200 juta. Sinar Mas merogoh US$5 juta untuk peralatan mesin guna menaikkan kapasitas pabrik biodiesel 100.000 ton.
Dengan penambahan kapasitas 2 juta kiloliter atau setara dengan 706.293 ton selama Maret—Oktober 2016, total realisasi investasi mesin biodiesel dalam enam bulan terakhir mencapai US$35 juta atau setara dengan Rp454,9 miliar. Nilai itu, di luar fasilitas produksi lain seperti tanah, bangunan, alat pemanas, dan peralatan lainnya.
Kendati kapasitas produksi mencapai 12 juta kiloliter, Paulus menyebut, potensi produksi untuk program subsidi biodiesel masih sangat terbatas yaitu sekitar 2,7 juta kiloliter sepanjang tahun ini. Sementara itu, biodiesel untuk bauran Solar nonsubsidi masih tergantung pada kontrak yang direvisi setiap enam bulan.
“Tetapi kalau di dalam ne geri bisa dijalankan secara te gas semuanya itu potensi kebutuhan bisa 6 juta kiloliter, itu sudah setara dengan setengah dari kapasitas terpasang kami yang sudah 12 juta kiloliter,” ungkap Paulus.
Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP) Kelapa Sawit sebelumnya melaporkan sepanjang Januari-Agustus 2016, lembaga itu telah menyalurkan dana subsidi untuk 2,01 juta kiloliter biodiesel. Dengan subsidi biodiesel Rp5.000—Rp5.500 per liter, BPDP Kelapa Sawit telah mengeluarkan dana Rp10 triliun—Rp11,05 triliun.
Dirut BPDP Kelapa Sawit Bayu Krisnamurthi menyebut, saat ini para pemangku kepentingan sedang mendiskusikan kontrak subsidi biodiesel untuk periode November 2016—April 2017. “Tantangannya sekarang berat karena kapasitas produksi kita sangat pesat naiknya,” kata Bayu.
Menurutnya, dalam jangka panjang perlu ada upaya mendongkrak ekspor biodiesel untuk mengantisipasi kelebihan pasokan komoditas tersebut. Kendati harga biodiesel jauh di atas harga minyak bumi, dia optimistis ekspor akan pros pektif mengingat negara-negara maju dunia telah memiliki visi penggunaan energi yang berkelanjutan.
Sementara itu, Paulus menambahkan, produsen biodiesel sedang menjajaki pasar negara-negara Eropa setelah bea masuk antidumping terhadap produk minyak sawit asal Indonesia pada 16 September. Produk sawit Indonesia dikenakan bea masuk 18,9% di Benua Biru. “Keputusan bea antidumping itu sudah gugur. Kalau Eropa tidak mempermasalahkan lagi, mungkin tahun depan kita sudah bisa ekspor ke sana,” kata Paulus.
Selain itu, katanya, produsen akan menjajaki pasar India yang menjadi konsumen minyak nabati terbesar di dunia. Sementara itu, pemerintah memastikan rencana perluasan cakupan subsidi untuk program bauran biodiesel tidak akan menggunakan dana APBN. Dirjen Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Kementerian ESDM Rida Mulyana mengatakan, rencana untuk memperluas cakupan subsidi biodiesel untuk Solar nonsubsidi akan mengoptimalisasi pemanfaatan dana pungutan sawit.
“Tidak ada sama sekali opsi menggunakan APBN. Kami akan mengoptimalkan yang terkumpul. Seperti apa mekanismenya itu yang sedang dibahas,” katanya. Menurutnya, keseluruhan dana subsidi akan disedia kan oleh Badan Pengumpul Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) dari pungutan sawit. Rida sedang membahas beberapa skenario untuk memungkinkan perluasan subsidi tersebut.