TEMPO.CO, Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tetap mengizinkan perusahaan pegadaian swasta online beroperasi meskipun belum ada aturan khusus terkait dengan hal tersebut. “Mendaftarnya tetap sebagai perusahaan gadai swasta biasa. Online atau tidak, itu hanya pola pendekatan saja," ujar Edy Setiadi, Deputi Komisioner Pengawasan Industri Keuangan Non-Bank (IKNB) I OJK, dalam konferensi pers pada Selasa, 4 Oktober 2016, di kantor OJK, Jakarta.
Perusahaan pegadaian swasta online, menurut Edy, tidak harus diatur dalam regulasi fintech (financial technology) tersendiri. Perusahaan tersebut cukup diatur dengan regulasi yang sudah ada, yaitu Peraturan OJK Nomor 31/POJK.05/2016 tentang Usaha Pergadaian. "Dulu karena tidak ada regulasi seperti ini, makanya kita masuk ke fintech. Tapi sekarang swasta pun sudah bisa melakukannya. Itu hanya pola pemasaran saja," ucapnya.
Dalam peraturan tersebut, OJK juga memberikan waktu hingga dua tahun bagi pihak swasta untuk mendaftarkan perusahaan pegadaian milik mereka. Modal minimum yang disyaratkan, Rp 500 juta untuk lingkup usaha kabupaten atau kota dan Rp 2,5 miliar, pun bisa dipenuhi hingga tiga tahun.
Namun, jika lewat dari periode itu, OJK juga tidak akan membekukan perusahaan yang belum terdaftar tersebut. Otoritas akan memberikan pilihan kepada masyarakat. "Nanti masyarakat akan bisa menilai sendiri. Silakan saja menggunakan yang tidak terdaftar, tapi sudah tahu kan, tidak ada perlindungan," tutur Edy.
Selain itu, OJK juga mensyaratkan bahwa sebuah perusahaan gadai swasta online tetap harus memiliki kantor. Hal ini agar OJK tetap bisa melakukan pengawasan.
Usaha pegadaian swasta berbasis online mulai bermunculan sejak tahun lalu. Salah satunya adalah Pinjam.co.id, yang menyediakan jasa gadai online pertama di Indonesia. Namun undang-undang terkait dengan pegadaian masih belum ada, termasuk UU Pegadaian yang terus mental di legislatif.
FAJAR PEBRIANTO | R.R. ARIYANI