TEMPO.CO, Jakarta - Indeks Harga Saham Gabungan atau IHSG diperkirakan akan melanjutkan penguatannya. Menurut analis ekonomi dari First Asia Capital David Sutyanto, pada perdagangan hari ini, Selasa, 4 Oktober 2016, aksi beli pelaku pasar diperkirakan akan berlanjut. Rendahnya tekanan inflasi September akan membuka ruang bagi Bank Indonesia (BI) untuk kembali melonggarkan kebijakan moneternya.
"Penguatan IHSG akan kembali menguji resisten di kisaran 5.470 hingga 5.500. Sedangkan support bergeser ke 5.410,” ujar David dalam keterangan tertulisnya, Selasa, 4 Oktober 2016.
Mengawali perdagangan saham di pekan pertama Oktober, transaksi pasar modal kemarin didominasi aksi beli pemodal menyusul respons positif atas pencapaian dana tebusan periode I program tax amnesty yang mencapai Rp 97 triliun, juga redanya risiko pasar saham global dan kawasan.
Menurut David, harga minyak mentah yang bergerak positif dan diikuti dengan kenaikan harga sejumlah komoditas lain turut menopang sentimen positif pasar atas saham pertambangan dan perkebunan. IHSG kemarin berhasil menguat tajam hingga 99,11 poin (1,85 persen) di 5.463,91.
Selain itu, aksi beli ditopang masuknya dana asing hingga mencapai Rp 492,38 miliar dalam bentuk pembelian bersih di tengah nilai transaksi di Pasar Reguler yang masih tipis, hanya mencapai Rp 4,78 triliun.
Hampir seluruh saham sektoral berhasil menguat. Data inflasi September yang hanya menguat 0,22 persen dibanding bulan yang sama tahun lalu memberikan sentimen positif tambahan di pasar, terutama terhadap saham-saham sektor konsumsi.
Sementara itu, bursa global tadi malam tutup di teritori negatif. Indeks saham di Uni Eropa, Eurostoxx, mengalami koreksi tipis 0,12 persen di 2.998,50. Di Wall Street, indeks DJIA dan S&P masing-masing terkoreksi 0,3 persen di 18.253,85 dan 2.161,20.
“Koreksi di Wall Street terutama dipicu data aktivitas manufaktur Amerika yang menunjukkan ekspansi yang berkorelasi terhadap kenaikan tingkat bunga di akhir tahun ini,” ucap David.
Adapun harga minyak mentah tadi malam di Amerika naik 0,85 persen di US$ 48,65 per barel. Sedangkan Indeks ISM Manufacturing Amerika pada September berada di 51,3, melampaui perkiraan sebesar 50,4 dan indeks bulan sebelumnya yang turun di 49,4. David mengatakan, dengan meningkatnya aktivitas manufaktur di Amerika pada September lalu membuat pasar kembali berspekulasi besar kemungkinan The Fed akan menaikkan bunganya pada pertemuan The Fed pada Desember mendatang.
DESTRIANITA