TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Retail Indonesia (Aprindo) Tutum Rahanta mengaku tak tahu-menahu berapa total nilai penjualan hasil uji coba pertama program kantong plastik berbayar oleh para peretail selama Februari sampai April lalu.
"Kami Aprindo tidak mengetahui berapa jumlahnya karena hasilnya langsung masuk ke penjualan retail masing-masing," ujar Tutum di kawasan Episentrum Kuningan, Jakarta, Senin, 3 Oktober 2016. Rata-rata harga jual minimum per kantong sebesar Rp 200 itu masuk ke bagian produksi masing-masing retail.
Ketua Umum Aprindo Roy Mandey menambahkan, konsep program penjualan kantong plastik berbayar adalah menjual layaknya barang dagangan. "Jadi kami tidak kumpulkan berapa nilai atas penjualan ini karena urusan masing-masing retail," kata dia. Sehingga setiap hasil penjualan akan diakumulasi masing-masing retail dan hanya perusahaan terkait yang mengetahui berapa hasilnya.
Baca: Pengantin Ini Kaget, Ternyata Suaminya Adalah...
Tak hanya kalangan pengusaha yang bingung dengan penjualan kantor plastik, tapi juga pelanggan. Pasalnya, masing-masing retail bisa mematok harga jual yang berbeda. Misalnya, ada peretail menjual sebuah kantong plastik Rp 1.000, sedangkan ada peretail lain yang masih menggratiskan kantong plastik. "Terjadi distorsi pasar plus payung hukum juga enggak ada," ucap Roy.
Ke depan, Aprindo menginginkan agar peraturan mengenai program kantong plastik berbayar ini berlaku bagi seluruh pelaku bisnis di Indonesia agar tidak lagi memberikan kantong plastik gratis. "Malah dengan kantong plastik gratis kita gak tahukan berapa harga kantong yang dimasukkan dalam produk jualan lainnya," ujar Roy. Apabila kantong plastik berbayar maka akan terlihat jelas berapa harga kantong plastik tersebut.
Karena itu Aprindo mendukung program kantong plastik berbayar dengan catatan sampai ada peraturan menteri dengan payung hukum jelas. "Kami dukung, pas uji coba kami ikut," kata dia. Dengan aturan tersebut, akan jelas bagaimana peraturan, ketentuan harga plastik yang ditetapkan, dan sanksi bila melanggar. "Sehingga mekanisme pasarnya jelas.”
ODELIA SINAGA