TEMPO.CO, Semarang - Deputi Gubernur Bank Indonesia Ronald Waas menuturkan, BI belum berencana melakukan redenominasi atau penyederhanaan mata uang.
Menurut Ronald, hal itu akan dilakukan setelah Rancangan Undang-Undang Redenominasi Rupiah selesai dibahas di Dewan Perwakilan Rakyat.
"Sebetulnya, kalau sekarang lihat angkanya, rupiah memang paling banyak angka nolnya. Nunggu UU dulu, jadi baru bisa," ujar Ronald saat ditemui dalam acara Pelatihan Wartawan Ekonomi di Bank Indonesia, Semarang, 24 September 2016.
Sebelumnya, BI menyatakan akan melakukan redenominasi rupiah, dengan tujuan agar dalam implementasinya lebih ringkas dan tidak terlalu banyak menggunakan angka nol. Redenominasi itu tidak akan mengurangi nilai mata uang terhadap mata uang lain.
Redenominasi berbeda dengan sanering, yang nilai mata uang akan berkurang dari nilai yang sebenarnya. Misalnya, untuk mata uang Rp 1.000, jika dilakukan redenominasi akan menjadi Rp 1, Rp 50 ribu akan menjadi Rp 50. Wacana ini juga sempat diutarakan pada 2014.
Terkait dengan penerbitan uang baru, Ronald mengemukakan hal tersebut dilakukan sebagaimana amanat Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang. "Hal itu yang kami terapkan di uang baru. Untuk nominal, masih sama dengan sekarang," ujar dia.
Untuk menuju redenominasi, menurut Ronald, pemerintah tidak akan melakukannya saat ini. Berkaca pada negara lain, hal itu akan memerlukan masa transisi. "Jadi, ada tahapan, dan itu bisa 5-7 tahun. Hitungannya masih kami lihat lagi," ucap dia.
DESTRIANITA