TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis Yustinus Prastowo berpendapat, salah satu faktor penyebab minimnya aset luar negeri yang dibawa wajib pajak melalui program pengampunan pajak atau tax amnesty adalah kurang menariknya instrumen investasi yang ditawarkan. Wajib pajak akhirnya lebih memilih untuk mendeklarasikan asetnya yang berada di luar negeri dan membayar uang tebusan sebesar empat persen.
“Sekarang memang ada sekuritas (saham), deposito (bank), tapi kurang menarik. Lalu ada proyek infrastruktur. Pemerintah punya proyek apa sih yang mau didanai? Sebesar apa nilainya, berapa lama nilainya, returnnya berapa lama? Kan nggak jelas,” ujar Yustinus Prastowo di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Rabu, 21 September 2016.
Yustinus menilai, hal ini seharusnya menjadi kesempatan untuk Badan Usaha Milik Negara agar muncul dan menawarkan proyek-proyek konkret badan usaha mereka. Seperti proyek tol laut, proyek kereta cepat, proyek trans Sumatra yang seharusnya bisa dibiayai dari dana repatriasi, bukan menggunakan utang.
“Mereka ini kan butuh obligasi. Nah sekarang ini mereka bisa menawarkan proyek-proyek konkret yang mau dilakukan. Butuh dana berapa, tingkat pengembalian berapa lama, tingkat keuntungan berapa persen, Jelas,” ucap dia.
Selain dari sisi investasi yang belum jelas, menurut Yustinus, skenario tax amnesty justru tidak terlalu mendorong wajib pajak untuk melakukan repatriasi. Di mana untuk deklarasi aset luar negeri wajib pajak dikenakan tarif tebusan 4 persen, dan untuk repatriasi sebesar 2 persen.
Selisih itu, kata dia, tidak terlalu memaksa wajib pajak untuk membawa pulang asetnya ke Indonesia. “Kalau bedanya 2 persen untuk repatriasi, dan 7 persen untuk deklarasi, itu membuat mereka berpikir untuk membawa pulang. Dulu saya usul marginnya 5 persen,” tutur Yustinus.
Berdasarkan pantauan Tempo dari laman resmi ditjen pajak, pajak.go.id, hingga pukul 19.21 WIB, jumlah dana repatriasi telah mencapai Rp 71,2 triliun. Namun angka tersebut masih sebesar 7,12 persen dari target yang ditetapkan pemerintah sebesar Rp 1.000 triliun.
Angka repatriasi tersebut juga masih kalah dibandingkan aset luar negeri yang hanya dideklarasikan. Berdasarkan komposisi harta, hingga saat ini jumlah aset luar negeri yang dideklarasikan telah mencapai Rp 349 triliun. Adapun untuk deklarasi dalam negeri masih mendominasi dengan nilai Rp 875 triliun.
DESTRIANITA