TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Joko Widodo meminta semua pejabat kementerian dan lembaga negara untuk tidak cepat puas dengan status wajar tanpa pengecualian (WTP) dari Badan Pemeriksa Keuangan. Sebab, status WTP bukanlah jaminan suatu lembaga itu bersih.
Jokowi mengingatkan bahwa opini WTP bukan jaminan bahwa tidak akan ada praktek penyalahgunaan keuangan ataupun korupsi. “Itu hal yang berbeda," ujarnya saat membuka rapat Akuntansi dan Pelaporan Keuangan 2016 di Istana Kepresidenan, Selasa, 20 September 2016.
Wajar tanpa pengecualian adalah opini yang diberikan BPK untuk laporan keuangan atau audit internal yang bebas dari salah saji material. Jika sebuah lembaga mendapat opini ini dari BPK, berarti auditor BPK meyakini lembaga terkait telah melakukan prinsip akuntansi dengan baik.
Presiden Joko Widodo melanjutkan, sebuah lembaga negara seharusnya lanjut menyempurnakan pengelolaan dan pelaporan keuangan setelah mendapat opini WTP. Menurut dia, masih ada banyak hal yang bisa disempurnakan dari sistem pelaporan keuangan yang ada sekarang.
Beberapa contoh perbaikan yang bisa dilakukan, kata Jokowi, adalah menyederhanakan laporan keuangan. Menurut dia, laporan-laporan yang ada sekarang terlalu tebal sehingga menghabiskan waktu untuk dibaca dan dipahami.
Selain penyederhanaan, bisa juga dilakukan digitalisasi dan debirokratisasi. Tentunya hal tersebut, kata Jokowi, harus diikuti dengan pengembangan sumber daya manusianya. "Intinya, kita harus bekerja keras untuk membangun buaya pengelolaan keuangan yang transparan, akuntabel," ujarnya.
Dalam rapat hari ini, Kementerian Keuangan juga merilis lembaga negara yang konsisten mendapat opini WTP dari tahun 2011 sampai 2015. Beberapa di antaranya Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Badan Pemeriksa Keuangan, Kementerian Keuangan, dan Kementerian Perindustrian.
ISTMAN M.P.