TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah tak tinggal diam dengan upaya Singapura menjegal program pengampunan pajak atau tax amnesty. Untuk tahap pertama, Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan akan mengerahkan intelijen untuk menyelidiki asal muasal pemberitaan media massa yang menyebutkan adanya wajib pajak yang memiliki aset di Singapura namun takut akan dilaporkan otoritas Singapura.
Berdasarkan perkembangan sementara hasil penyelidikan intelijen, Direktur Jenderal Pajak Ken Dwijugiasteadi menyatakan, kabar itu berasal dari wajib pajak ‘nakal’ Indonesia yang memiliki aset di Singapura. Namun, wajib pajak tersebut tidak ingin mengikuti program tax amnesty dengan cara menggunakan perbankan Singapura sebagai dalih.
Dengan begitu, menurut Ken, seolah-olah wajib pajak takut untuk dilaporkan ke polisi atau otoritas Singapura. “Saya nggak mengatakan itu benar atau tidak. Saya lagi melakukan penyelidikan intelijen bahwa ada konspirasi antara wajib pajak sendiri dengan pihak perbankan. Itu saja,” ujar Ken di kantornya, Jumat, 16 September 2016.
Ken sendiri mengaku telah mendengar langsung penjelasan dari Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, yang telah meminta klarifikasi dari Deputy Prime Minister of Singapore dan menerima penjelasan resmi dari pemerintah Singapura.
Menurut Sri Mulyani, bank di Singapura diharuskan melaporkan transaksi mencurigakan (Suspicious Transaction Report atau STR) sesuai ketentuan Financial Action Task Force, suatu lembaga internasional di mana Singapura merupakan salah satu negara anggota.
Walaupun demikian, keikutsertaan nasabah bank di Singapura dalam program Amnesti Pajak Indonesia tidak dengan sendirinya menjadi dasar untuk memulai penyelidikan tindak pidana di Singapura. Oleh karena itu, ketentuan terkait STR tidak seharusnya menjadi dasar bagi nasabah untuk mengurungkan niat ikut dalam Amnesti Pajak di Indonesia. “Saya rasa kalau mau ikut tax amnesty juga perbankan nggak akan nanya kok, saya dapat harta dari mana. Sah-sah aja,” tutur Ken.
Selain itu, Monetary Authority of Singapore (MAS) sebagai otoritas jasa keuangan di Singapura mengimbau bank di Singapura untuk mendorong para nasabah agar memanfaatkan kesempatan yang diberikan dalam program amnesti pajak untuk memperbaiki urusan perpajakan mereka. Di sisi lain, Pemerintah Indonesia terus berkoordinasi dengan otoritas negara lain, termasuk Singapura. Kerja sama ini untuk menutup seluruh kemungkinan menggunakan berbagai alasan baik di Indonesia maupun di negara lain bagi Wajib Pajak untuk tidak mengikuti program Amnesti Pajak.
Dengan adanya dukungan dari negara Singapura terlepas dari rumor penjegalan itu, Ken mengimbau wajib pajak untuk melaksanakan haknya agar pajaknya diampuni pemerintah, dan bukannya takut karena adanya rumor bakal dilaporkan ke kepolisian Singapura. “Bukan tidak takut. Itu hak ya. Hak untuk ikut tax amnesty,” kata Ken.
Ken yakin pemberitaan miring ini tidak mempengaruhi wajib pajak yang akan atau sudah membawa dananya melalui program repatriasi. “Nggak terpengaruh. Tadi beberapa wajib pajak juga (bilang), ‘Nggak tuh, saya balikin duit juga gampang tuh,” ucap Ken.
Berdasarkan pengumuman resmi Dirjen Pajak, data hingga tanggal 15 September 2016 menunjukkan bahwa mayoritas dana repatriasi dan harta yang diungkapkan berasal dari Singapura dengan jumlah repatriasi mencapai Rp 14,09 triliun. Angka itu setara dengan 76,14 persen dari total repatriasi dan harta bersih yang diungkapkan mencapai Rp 103,16 triliun atau 74,51 persen dari total harta deklarasi luar negeri.
Fakta ini menunjukkan bahwa banyak wajib pajak dengan harta di Singapura tidak memiliki kendala atau kekhawatiran dalam mengikuti program Amnesti Pajak. Untuk itu, Pemerintah Indonesia mengimbau seluruh wajib pajak, khususnya wajib pajak besar agar menggunakan kesempatan ini untuk memperbaiki kepatuhan perpajakan mereka dan berpartisipasi dalam pembangunan menuju Indonesia yang lebih baik dengan memanfaatkan tarif yang sangat rendah.
DESTRIANITA