TEMPO.CO, Jakarta - Perusahaan produsen barang-barang konsumsi diprediksikan mencatatkan raihan margin yang tebal seiring dengan penurunan harga soft commodities.
Analis PT BCA Sekuritas Jennifer Frederika Yapply menuturkan perusahaan konsumer meski memperhatikan biaya untuk menstabilkan nilai tukar dolar dan rupiah supaya raihan margin bisa stabil dan bergerak naik.
Selain itu, pengaruh nilai tukar rupiah, katanya, harga soft commodities juga meski diperhati kan. Adapun soft commodities yang sering digunakan oleh perusahaan konsumer yakni gandum, kakao, kopi, orange juice dan jagung.
“Perusahaan konsumer berkaitan langsung dengan nilai tukar dan harga bahan baku,” tulisnya dalam riset yang dikutip pada Selasa (13 September 2016).
Ketika diperdagangkan, gandum merupakan komoditas yang diimpor dari luar negeri. Jennifer menilai dua hal tersebut akan menjaga margin bisnis perusahaan konsumer.
Seperti yang dikutip dari riset, pada 2013, penguatan dolar terhadap rupiah berdampak pada berkurangnya margin kotor perusahaan konsumer, lalu pada 2014/2015 raihan margin dibantu oleh harga soft commodities yang melunak sehingga margin kembali stabil.
Dia mengatakan sepanjang 2016, raihan margin perusahaan konsumer akan stabil dan cenderung meningkat saat nilai tukar rupiah terhadap dolar tidak fluktuatif.
Saat ini, negara penghasil komoditas sedang dihadapkan dengan La Nina. Jennifer menilai La nina tidak akan memberikan kerugian terhadap CPO seperti dampak El Nino. Dia menilai La Nina tidak akan memberikan kerugian, khususnya terhadap CPO seperti gejala El Nino.
Menurutnya, salah satu bahan baku utama untuk barang konsumen yang bergerak cepat (fast-moving consumer goods/ FMCG) yakni CPO yang baik dimakan atau tak bisa dimakan. Saat El Nino terjadi pada 2016, produksi CPO sudah dalam tren menurun.
BISNIS SUSU
Di sisi lain, emiten makanan dan minuman mulai serius meng garap bisnis susu yang sempat diabaikan ditengah lemahnya konsumsi susu. Konsistensi emiten menggenjot penjualan susu akan kunci dalam memanen keuntungan.
Analis PT BCA Sekuritas Jennifer Frederika Yapply menilai bisnis susu telah diabaikan di Indonesia. Menurutnya, perusahaan yang ber gerak di bidang susu PT Ultrajaya Milk Industry & Trading Company Tbk. (ULTJ) perlu menjaga konsistensi untuk menjaga kualitas produk.
Tingkat konsumsi susu di kalangan masyarakat Indonesia pada 2015 diperkirakan masih berkisar pada 12,5 liter per kapita per tahun, sedangkan konsumsi susu perkapita di negara-negara tetangga kita seperti Singapura, Malaysia, dan Thailand pada tahun 2015 sudah lebih dari 3-4 kali lipat dari Indonesia.
“Kami percaya harga akan meningkat. Namun, kami tidak mengharapkan ada peningkatan harga yang melompat langsung,” tulisnya dalam riset yang dikutip pada Senin (12 September 2016).
Adapun penjualan ULTJ per Juni 2016 mencapai Rp2,29 triliun, tumbuh 5,04% dari posisi Rp2,18 triliun pada periode yang sama tahun sebelumnya. Raihan laba yang di at ribusikan kepada entitas induk pada paruh pertama tahun ini men capai Rp306,68 miliar, tum buh 33,86% dari posisi Rp229,1 miliar secara year on year.
Manajemen ULTJ menuliskan dalam laporan akhir tahun silam bahwa masih kecilnya konsumsi susu di kalangan masyarakat Indonesia akan diprediksikan akan meningkat pada tahun berikutnya. Alasannya, pembaikan ekonomi serta meningkatkan kelas menengah.
Atas kondisi tersebut, manajemen ULTJ menuliskan bahwa pasar susu-UHT, yang merupakan bagian di dalamnya, akan tumbuh di atas 15% untuk 5 tahun ke depan. Selain Ultrajaya, pemain lain dalam bisnis susu yakni ICBP melalui Indolakto, KLBF dan UNVR
Sementara itu, riset yang diterbitkan oleh PT Panin Sekuritas Tbk baru-baru ini menilai saat raihan mi instan PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (ICBP) tergerus maka perusahaan milik Keluarga Salim itu menggenjot margin dari divisi susu.
Analis Panin Sekuritas I Dewa Agung Trisna menuturkan bahwa peningkatan penjualan ICBP didukung dengan menurunkan harga susu skim.
Adapun peningkatan pendapatan bersih hingga 9,8% secara year on year menjadi Rp18,17 tri liun. Pada paruh kedua tahun ini, ICBP pun berencana untuk menambah kapasitas susu.
Dia menilai susu rasa pisang yang diluncurkan ICBP beredar de ngan harga yang lebih rendah, sehingga divisi susu ICBP me revisi ke atas pertumbuhan susu yakni dari 7%–9% menjadi 11%–13%.