TEMPO.CO, Jakarta - Wali Kota Bitung Maxmilliaan Jonas Lomban menegaskan bahwa pembangunan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) di Kota Bitung akan dipercepat.
"Pak Gubernur sangat serius memperjuangkan KEK ini dengan menemui langsung Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution untuk mendapatkan kepastian untuk merealisasikan," kata Max Lomban di Bitung, Kamis, 15 September 2016.
Menurut Max Lomban, kendala utama penyelesaian KEK terletak pada masalah hak guna usaha (HGU) 92,96 hektare yang belum terealisasikan, sehingga KEK belum dapat difungsikan sesuai tujuannya.
Upaya Gubernur Sulawesi Utara itu membuahkan hasil. Max Lomban mengatakan pihak Direktur Jenderal Agraria akan meminta pengukuran lahan HGU tersebut dan nantinya berfungsi sebagai pusat perdagangan dunia di wilayah Asia Timur, Australia, dan Amerika.
Menurut Max Lomban, kehadiran KEK Bitung sebagai satu dari sepuluh daerah di Indonesia yang ditetapkan Kementerian Koordinator Perekonomian dalam Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2014 ini sangat ditunggu masyarakat Sulawesi Utara. Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) adalah kawasan dengan batas tertentu yang tercakup dalam daerah atau wilayah untuk menyelenggarakan fungsi perekonomian dan memperoleh fasilitas tertentu.
KEK dikembangkan melalui penyiapan kawasan yang memiliki keunggulan geo-ekonomi dan geo-strategi serta berfungsi menampung kegiatan industri, ekspor, impor, dan kegiatan ekonomi lain yang memiliki nilai ekonomi tinggi dan daya saing internasional. Max menambahkan, pada dasarnya, KEK dibentuk untuk membuat lingkungan kondusif bagi aktivitas investasi, ekspor, dan perdagangan guna mendorong laju pertumbuhan ekonomi serta sebagai katalis reformasi ekonomi.
Ide ini terinspirasi dari keberhasilan beberapa negara yang lebih dulu mengadopsinya, seperti Cina dan India. Data empiris melukiskan bahwa KEK di negara tersebut mampu menarik para investor, terutama investor asing, untuk berinvestasi dan menciptakan lapangan kerja.
Hal itu tak lain, kata Max Lomban, karena kemudahan yang didapat para investor—antara lain—pada bidang fiskal, perpajakan, dan kepabeanan. Bahkan, dia menambahkan, ada juga bidang non-fiskal, seperti kemudahan birokrasi, pengaturan khusus pada bidang ketenagakerjaan dan keimigrasian, serta pelayanan yang efisien dan ketertiban di dalam kawasan.
ANTARA