TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Industri Elektronika dan Telematika Kementerian Perindustrian Achmad Rodjih Almanshoer mengatakan, pemberlakuan SNI IEC 62560:2015 lampu LED swaballast dinilai belum siap karena kemampuan laboratorium untuk melakukan pengujian lampu LED swaballast belum terakreditasi oleh Komite Akreditasi Nasional (KAN).
Menurutnya, perkembangan teknologi komponen semikonduktor light emitting diode (LED) yang dipakai sebagai sumber pencahayaan begitu cepat sehingga mendorong perkembangan varian dan model baru dari lampu LED. Padahal, masa berlaku sertifikasi produk penggunaan tanda SNI (SPPT SNI) cukup panjang, yaitu sekitar 3 tahun.
“Perkembangan lampu LED lebih cepat dari lampu pijar dan flourescent. Hal itu menyebabkan standar produk yang diberlakukan secara wajib menjadi referensi dalam melakukan pengujian produk akan mem- batasi inovasi yang dilakukan oleh produsen lampu," kata Achmad.
Dalam kesempatan yang berbeda, Ketua Umum Asosiasi Industri Perlampuan Listrik Indonesia (Aperlindo) John Manoppo mengatakan pelaku industri lampu akan kembali mengirimkan surat ke Kementerian Perindustrian untuk mendesak pemberlakuan SNI wajib bagi lampu LED swaballast mengingat banjirnya barang impor. “Saya lagi menyiapkan surat selanjutnya ke Kementerian Perindustrian. Mungkin karena pertukaran nomenklatur di sana jadi penyelesaian SNI ini terus tertunda,” katanya.
Dia mengatakan saat ini lampu LED impor sudah mencapai 50 juta unit. Namun, dia mengakui data jumlah impor yang masuk sulit dide- teksi karena tidak ada pengawasan dari pemerintah akibat tidak berlaku- nya SNI. Saat ini pasar perlampuan dalam negeri masih dikuasai sekitar 70% oleh barang impor dan produksi dalam negeri diperkirakan hanya sekitar 25 juta atau setengah dari persebaran produk impor.
“Kalau tidak ada standarnya, kita seperti tempat sampah bagi lampu impor yang kualitasnya bermacam- macam dan tidak bisa terfilter.” Hingga saat ini ada sekitar 15 perusahaan yang memproduksi lampu LED. Bahkan dia menyebutkan ada dua perusahaan yang mengaku berminat untuk menanamkan modalnya di Indonesia karena potensi pasar perumahan yang sangat besar.
Adapun nilai investasinya mencapai US$20 juta-US$30 juta dengan potensi penyerapan tenaga kerja mencapai 200-300 orang. Untuk menyambut perjanjian kerja sama Indonesia dengan negara Eropa, lan- jutnya, potensi ekspor industri dalam negeri juga kian terbuka.