TEMPO.CO, Jakarta - Indonesia meminta komitmen Cina untuk bersikap transparan dan adil terkait pembelian manggis, yang masih harus melalui negara pihak ketiga seperti Malaysia, Thailand dan Vietnam termasuk belum disepakatinya protokol impor manggis dari Indonesia.
"Dengan melalui negara ketiga, harga semakin tidak bersaing dan merugikan petani manggis Indonesia," kata Kepala Pusat Karantina Tumbuhan dan Keamanan Hayati Nabati, Badan Karantina Pertanian, Arjanto Dhikin kepada Antara, Selasa malam, 13 September 2016.
Setelah sempat dilarang masuk pasar Cina pada 2010, sejak Maret 2016 manggis Indonesia mulai beredar di pasar negara berkembang terbesar dunia itu.
"Namun masuknya manggis Indonesia ke Cina masih melalui negara ketiga. Ekspor manggis ke Cina juga masih belum final protokolnya karena Cina belum siap dan meminta perpanjangan waktu hingga akhir tahun bagi penuntasan protokol impornya," ungkapnya.
Otoritas Karantina Indonesia dan Cina (Administration of Quality Supervision, Inspection and Quarantine of the Peoples Republic of China/AQSIQ) semula akan melakukan penandatanganan protokol impor manggis dari Indonesia, seperti yang disepakati kedua pihak pada Februari 2016.
Pada saat hari penandatanganan itu, Senin 12 September 2016, Cina menyatakan belum siap secara sepihak dan tiba-tiba. Cina beralasan masih akan memastikan aturan birokrasi internalnya serta meminta perpanjangan waktu hingga akhir tahun 2016.
"Manggis Indonesia saat ditolak masuk Cina pada 2010, dengan alasan mengandung zat yang membahayakan kesehatan, merupakan pelajaran pahit bagi kami. Karena setelah dicek ulang, manggis kita tidak mengandung zat yang membahayakan, dan akhirnya mereka mengakui kesalahan namun tetap mereka tidak mau mendeklarasikan. Ini tidak fair," kata Arjanto.
Ia menambahkan,"sekarang saat akan disepakati protokol impornya mereka sepihak membatalkan dengan alasan legal review.
"Di satu pihak, Indonesia telah memberikan sertifikasi kepada 54 jenis produk tanaman dan pertanian Cina ke Indonesia, sedangkan Indonesia untuk memasukkan manggis saja sulit. Jika memang ada persyaratan yang harus kami lengkapi, Cina harus transparan apa saja syaratnya. Jangan ketika ada masalah dengan produk, langsung melarang produk kita masuk pasar mereka," kata Arjanto menegaskan.
Sikap tidak transparan dan tidak adil Tiongkok terhadap manggis Indonesia, sangat merugikan, padahal manggis Indonesia setiap tahun masuk pasar Negeri Panda mencapai 25 ribu ton, baik melalui Malaysia, Thailand dan Vietnam.
"Dengan melalui negara ketiga tak terlalu menguntungkan Indonesia. Sebab, mata rantainya menjadi panjang. Otomatis, keuntungan ekspor manggis ikut terpangkas," kata Arjanto menegaskan.
Terkait itu, pihak Indonesia meminta komitmen Tiongkok untuk bersikap transparan dan fair, serta menuntaskan protokol ekspor tersebut segera mungkin. Tentang kemungkinan Indonesia mengadukan persoalan tersebut ke WTO-SPS, Antarjo mengatakan, saat itu sangat dimungkinkan.
ANTARA