INFO BISNIS - Seiring dengan semakin dinamisnya perkembangan perdagangan dunia, administrasi pabean sebagai penjaga arus barang ekspor dan impor dituntut dapat memberikan pelayanan prosedur kepabeanan yang sederhana, cepat, dan mudah.
Salah satu yang diharapkan masyarakat adalah kemudahan pergerakan barang yang mengikuti pergerakan pemiliknya ketika mengunjungi satu atau beberapa negara sekaligus.
Direktur Kepabeanan Internasional dan Antarlembaga Robert L. Marbun mengungkapkan, ATA/CPD Carnet System merupakan jawaban atas sistem pergerakan barang yang lebih sederhana, seperti yang diharapkan masyarakat.
“ATA/CPD Carnet System adalah prosedur impor dan ekspor sementara yang dimaksudkan untuk diimpor kembali dalam jangka waktu tertentu yang lebih sederhana, cepat, dan dapat diprediksi jika dibandingkan dengan sistem sebelumnya,” ujarnya.
ATA Carnet berlaku untuk barang-barang impor dan ekspor sementara untuk barang-barang dengan keperluan pertunjukan/pameran, alat profesional, pendidikan, keperluan pribadi wisatawan, olahraga, dan kemanusiaan.
Sedangkan CPD Carnet ditujukan untuk sarana pengangkut tujuan komersial dan pribadi. Kemudahan ini sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 89 Tahun 2014 tentang Pengesahan Convention on Temporary Admission (Konvensi tentang Pemasukan Sementara), bersama lebih dari 80 negara, yang telah meratifikasi perjanjian yang dikenal sebagai Perjanjian Istanbul tersebut.
Menurut Robert, ATA/CPD Carnet System berlaku layaknya paspor dan digunakan sebagai dokumen pabean impor dan ekspor sementara. Sistem ini dapat dijalankan apabila kedua negara (negara asal dan tujuan) telah mengimplementasikan sistem yang sama. Saat ini ATA/CPD Carnet System telah digunakan oleh lebih dari 70 negara di dunia. Di Indonesia sendiri, sistem ini mulai berlaku pada 15 Februari 2015.
Dokumen ATA/CPD Carnet diterbitkan penerbit dan penjamin Carnet yang berlaku secara internasional dan berlaku selama 12 bulan. Barang yang menggunakan fasilitas Carnet dapat diberikan pembebasan bea masuk dan pajak impor, serta tidak wajib memenuhi ketentuan larangan dan pembatasan, kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan. (*)