TEMPO.CO, Surabaya - Wakil Ketua Umum Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI), Sudradjat meminta pemerintah kota Surabaya lebih menstimulus pergerakan ekonomi. Menurut dia, sektor pariwisata bisa menggantikan kegiatan komoditi sawit dan migas yang sedang sepi karena perekonomian yang lesu.
Sudradjat menjelaskan, turunnya kegiatan ekonomi di sektor migas, batu bara, dan sawit berdampak pada bisnis perhotelan. "Imbasnya, jumlah reservasi di hotel juga berkurang," kata dia saat dihubungi Tempo, Senin 5 September 2016.
Dia menuturkan, tingkat huni hotel di Surabaya saat ini hanya mencapai 45-50 persen. Angka tersebut melorot dibanding tahun lalu yang mencapai 75 persen. Salah satu penyebabnya, Sudradjat berujar, kondisi ekonomi yang terhenti. Akibatnya, terjadi pengurangan agenda pertemuan dan rapat yang biasanya dilakukan di hotel-hotel, seperti rapat, konferensi, dan seminar.
“Dibandingkan dengan 2014, kegiatan sekarang lebih sedikit, baik acara skala nasional atau internasional,” ujarnya.
Sudradjat melanjutkan, berbagai acara yang diadakan pemerintah kota Surabaya misalnya perayaan ulang tahun kota Surabaya, belum mampu meningkatkan gairah sektor pariwisata. Selain itu obyek wisata seperti Kenjeran Park, hutan mangrove, dan air mancur menari Jembatan Kenjeran juga belum mampu menarik wisatawan datang ke Surabaya dan menginap di hotel.
“Wisata seperti itu baru skala lokal, orang yang datang warga sini saja. Nggak bakal nginep hotel,” tuturnya.
Sementara itu, Setiawan Nanang, Manajer Komunikasi Pemasaran Harris-Pop berharap pemerintah sering menyelenggarakan acara dan festival pariwisata untuk mendongkrak kunjungan wisatawan di kota Pahlawan.
“Kunjungan wisatawan yang menginap di hotel Surabaya sepi,” kata Setiawan saat berkunjung ke kantor Biro Tempo Jawa Timur, di Jalan Gubeng Kertajaya, Surabaya, Kamis 1 September 2016.
Baca juga: Bisnis Hotel di Surabaya Lesu, Promosi Wisata Perlu Digenjot
Maraknya pertumbuhan hotel di Surabaya, menurut dia, tidak diimbangi dengan upaya pemerintah kota Surabaya mendatangkan turis. Dia membandingkan kondisi di Surabaya dengan Jember dan Banyuwangi yang sering mengadakan festival. Acara-acara pariwisata yang diselenggarakan pemerintah daerah tersebut dia nilai cukup berhasil meningkatkan kunjungan wisatawan.
Setiawan juga membandingkan tingkat okupansi hotel dengan kota Malang. Menurut dia, Malang lebih beruntung daripada Surabaya. Tak hanya karena banyak acara, tingkat huni hotel juga penuh tiap akhir pekan. Sebab, warga Surabaya cenderung memilih Malang sebagai tempat berlibur. Contohnya, pada saat Lebaran, warga Surabaya tidak menginap di hotel kotanya sendiri.
Pemkot Surabaya memang telah menyelenggarakan beberapa perhelatan seperti UN Habitat Prepcomm atau persiapan konferensi perkotaan PBB beberapa waktu lalu. Namun, Setiawan menilai belum cukup berdampak pada tingkat hunian di hotel. “Kurang promosi dan sosialisasi,” ujarnya. Dia menilai, perayaan ulang tahun kota Surabaya pada Mei lalu juga tidak membawa pengaruh signifikan terhadap bisnis perhotelan.
Sejumlah tempat wisata yang baru dibangun oleh Pemkot juga belum terlihat berhasil mendatangkan wisatawan. Jembatan Suroboyo yang terkenal dengan air mancur menarinya hanya beroperasi pada hari Sabtu saja. Otomatis, pengunjung hanya ramai pada hari tersebut. Hari lainnya, kawasan tersebut sepi. Berdirinya Pasar Bulak dan Kenjeran Park menurut dia sebenarnya bagus. “Tapi kurang promosi,” ucapnya.
Itu sebabnya, Setiawan berharap Dinas Pariwisata lebih menggalakkan acara-acara festival yang bisa mendatangkan wisatawan, seperti halnya Jember dan Banyuwangi.
Nicky Olivia, Manajer Komunikasi Pemasaran Harris Hotel Malang membenarkan Malang kerap dibanjiri warga Surabaya kala akhir pekan dan musim liburan. Dia mencontohkan saat libur Lebaran Juli lalu. Kala itu, libur Lebaran hampir berbarengan dengan liburan anak sekolah.
“Malang pesta dua minggu,” katanya.
Dia mengatakan tingkat huni hotel bisa mencapai 100 persen. Bahkan, setelah lewat dua minggu musim liburan tersebut, tingkat huni masih tinggi. “Penuh orang yang sebelumnya tidak sempat libur lebaran.”
Menanggapi keluhan tersebut, Kepala Bagian Hubungan Masyarakat Pemkot Surabaya, Muhammad Fikser, menjelaskan pemerintah telah berupaya untuk menarik wisatawan masuk ke Surabaya. “Hampir setiap bulan ada agenda, kami juga sudah melakukan promosi di situs,” katanya.
Fikser menuturkan, aset pariwisata kota Surabaya tidak terletak pada obyek wisata alam seperti kota Malang. Itu sebabnya, dia melanjutkan, upaya lain adalah dengan memperkenalkan wisata sejarah melalui kampung-kampung heritage di Surabaya. “Wisatawan bisa datang ke Surabaya sebagai kota wisata pendidikan,” ujarnya.
WULAN GOESTIE | NIEKE INDRIETTA