TEMPO.CO, Jakarta - Batik tulis ramah lingkungan yang menggunakan pewarna dan motif alam meramaikan gelaran busana, Jogja Fashion Week di Jogja Expo Center, 24-28 Agustus 2016.
Paguyuban Batik Tulis Giriloyo, Wukirsari, Imogiri, Bantul merupakan satu di antara kelompok usaha kecil dan menengah yang bekerja sama dengan mahasiswa jurusan Seni Kriya Institut Seni Indonesia Yogyakarta. “Dosen kami sering ke desa wisata Giriloyo untuk riset,” kata mahasiswi Jurusan Seni Kriya ISI, Sri Utami di Jogja Expo Center, Kamis 25 Agustus 2016.
Di gerai itu terdapat batik tulis pewarna alami dengan motif andalan Bantul, yakni kembang kates. Harganya cukup mahal, yakni Rp 1,5 juta. Perajin dalam Paguyuban Giriloyo yang diketuai Nur Ahmadi itu menggunakan pewarna alami yang dikerjakan secara langsung oleh perajin batik. Batik dengan pewarna alami memerlukan proses pengerjaan yang lama.
Paling tidak perlu waktu satu bulan. Pewarna alami menggunakan bahan- yang berasal dari kulit pohon, seperti kulit mahoni dan jati. Untuk bisa menjadi pewarna, bahan-bahan itu harus melalui proses fermentasi. Itu mengapa harga batik tulis jenis ini mahal harganya.
Ada juga Batik kreasi siswi Sekolah Menengah Kejuruan Negeri 2 Gedangsari Kabupaten Gunung Kidul. Motifnya khas Gedangsari, yakni daun, pohon, dan buah pisang. Jogja Fashion Week yang digelar oleh Pemerintah DIY bertajuk The Haritage tahun ke 11 kali ini bernuansa batik. Ada banyak stand-sand yang menyuguhkan batik dalam bentuk kostum karnaval. Di antaranya bersal dari Solo.
Kepala Dinas Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Daerah Istimewa Yogyakarta, Budi Antono, mengatakan batik menjadi warisan budaya Indonesia yang punya nilai sejarah dan filosofi. Acara itu merupakan embrio untuk persiapan Jogja International Batik Biennale yang akan digelar pada Oktober mendatang. Panitia menggunakan batik karena Yogyakarta dikenal sebagai kota batik di dunia.
Menurut dia, pemerintah kali ini setidaknya melibatkan 240 UKM batik sebagai bagian dari industri kreatif yang tumbuh di daerah ini. Melalui gelaran itu, ia berharap perajin batik terus berinovasi mengembangkan motif-motif batik. “Industri kreatif saat ini lebih banyak ke fashion,” kata Budi.
SHINTA MAHARANI