TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral masih mengkaji usulan PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) untuk menambahkan komponen dalam tarif dasar listrik dari kurs, inflasi, dan Indonesia Crude Price (ICP), yang ditambah dengan bauran energi.
Pelaksana tugas Menteri Energi Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan komponen bauran energi dalam formula tarif dasar listrik masih perlu pembahasan lebih lanjut. Adapun pihaknya menerima usulan PLN terkait perubahan formula tarif dasar listrik yang harus mempertimbangkan penggunaan energi baru dan terbarukan (EBT) sebagai bahan baku pembangkit listrik.
"Kami lagi pelajari karena sekarang kami harus mengedepankan EBT, seperti solar cell," ujarnya setelah rapat bersama PLN di Jakarta, Rabu, 24 Agustus 2016.
Dalam perkembangan lain, pihaknya mengusulkan beberapa proyek kepada Arab Saudi, termasuk proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) bertenaga batu bara berkapasitas 2x500 megawatt (MW) di Sumatera.
Hal itu dilakukan untuk mendukung megaproyek 35 ribu MW yang diperkirakan selesai pada 2019. Sebanyak 10 ribu MW dalam tahap konstruksi dan 20 ribu MW mulai beroperasi. "Mengenai pembangkit listrik batu bara 2x500 MW di Sumatera," katanya.
Direktur Perencanaan Korporat PLN Nicke Widyawati mengatakan pihaknya mengusulkan agar formulasi tarif dasar listrik bisa diubah. Tujuannya, ujar Nicke, untuk menyesuaikan perubahan penggunaan energi bahan baku pembangkit listrik.
Pada formula yang lama, hanya diakomodasi formula penggunaan bahan bakar minyak (BBM). Di sisi lain, penggunaan BBM saat ini hanya sebesar 6,7 persen. Alhasil, formula saat ini tak lagi mencerminkan keadaan yang ada dengan berubahnya penggunaan energi primer.
Berdasarkan Laporan Bauran Energi PLN pada 2016, penggunaan energi di PLN dan Independent Power Producer (IPP) BBM pada Mei sebesar 7 persen, batu bara 54,6 persen, gas alam 25,7 persen, panas bumi 4,4 persen, dan air 8,3 persen. Sedangkan khusus IPP, pada Mei, penggunaan BBM sebesar 8,9 persen, batu bara 50,7 persen, gas alam 29,9 persen, panas bumi 2,3 persen, dan air 8,3 persen.
"Fuelmix-nya sudah sangat berubah. Jadi kami hanya bilang kami usul, kalau formulanya men-consider fuel mix, bukan hanya BBM," katanya.