TEMPO.CO, Bojonegoro - Tiga kabupaten, yaitu Bojonegoro, Nganjuk dan Madiun, Jawa Timur ditawari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) ikut lelang mengelola panas bumi di Gunung Pandan. Munculnya semburan lumpur dan bau belerang merupakan tanda potensi panas bumi di perut Gunung Pandan dan Gunung Puru, Jawa Timur.
Soal pelelangan Wilayah Kerja Panas Bumi (WKP), Kepala Dinas ESDM Bojonegoro Agus Supriyanto mengatakan sudah menerima surat dari Dirjen Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi, Kementerian ESDM. Dia juga telah berkirim surat ke Pemerintah Kabupaten Madiun dan Nganjuk untuk berkoordinasi soal energi panas bumi di Gunung Pandan dan Gunung Puru. ”Secepatnya, kita rapat,” kata Agus pada Tempo Jumat 19 Agustus 2016.
Lokasi Gunung Pandan dan Gunung Puru—berada di areal Gunung Kendeng Selatan—berjarak sekitar 50 kilometer arah selatan Kota Bojonegoro. Sedangkan Gunung Puru, berada di Kecamatan Gondang dan berbatasan dengan Kabupaten Nganjuk. Untuk Gunung Pandan berada di tiga kabupaten, Bojonegoro, Nganjuk, dan Madiun.
Sesuai lembaran disposisi dari Kementerian ESDM Dirjen Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi, pelelangan Wilayah Kerja Panas Bumi (WKP) Gunung Pandan dilaksanakan pada 2016. Surat ditujukan ke Gubernur Jawa Timur, Bupati Bojonegoro, Nganjuk dan Madiun. Salah satu hal dalam surat tersebut adalah soal tata cara pelelangan WKP. Surat tersebut ditandatangani oleh Dirjen Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi, Kementerian ESDM Rida Mulyana.
Adapun Peneliti Badan Geologi Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Bandung, Igan S Sutawidjaja membenarkan bahwa dua gunung di Kabupaten Bojonegoro, yaitu Gunung Pandan dan Puru, memiliki potensi tenaga panas bumi. Namun, menurut dia, potensinya adalah sisa dari dua juta tahun silam yang kini mengecil. ”Kemungkinan besar gunung itu tidak akan meletus,” ujarnya.
Menurut Igan, panas bumi di Gunung Pandan yang juga muncul Gunung Puru karena ada yang menerobos di sela-sela permukaan tanah. Kebetulan tanah di Pegunungan Pandan adalah lempung dan cenderung lembek. Batu yang menerobos akibat dorongan panas bumi ini muncul lantaran terjadi erosi di permukaan tanah. Kemudian, batu yang disertai lumpur serta gas berbau belerang ini muncul ke sela-sela tanah lempung.
Itu sebabnya, kata geolog Institut Teknologi Bandung ini, lumpur yang disertai gas kemungkinan besar muncul pada saat terjadi hujan deras. Penyebabnya adalah tanah di permukaan Gunung Pandan dan Puru yang erosi dan melorot ke bawah. Dampaknya adalah mengelupasnya permukaan tanah pegunungan dan terjadi batu dari bawah menerobos ke atas.
Sebelumnya Badan Lingkungan Hidup Bojonegoro, telah mengambil sampel lumpur dari Desa Kerondonan, Gondang, untuk dibawa ke Laboratorium BLH Jawa Timur di Surabaya. Pengiriman sampel dilakukan tim dari BLH Bojonegoro, yang datang ke lokasi semburan pada Selasa 25 Juli 2016.
Dari hasil pengukuran udara di sekitar semburun lumpur Kerondonan, pihak BLH Bojonegoro menyebut, ada kandungan nitrogen dioksisa (N02) sebanyak 0,4-0,7 ppm. Kemudian carbon dioksida (C02) sebanyak 20,9 ppm. Pengukuran udara dilakukan pada Selasa, 26 Juli 2016, lalu.
SUJATMIKO