TEMPO.CO, Jakarta - Membaiknya laju komoditas serta dolar Amerika Serikat yang melemah masih belum dimanfaatkan pelaku pasar pada perdagangan pasar uang kemarin. Rupiah masih bergerak melemah 0,14 persen terhadap dolar AS di kisaran 13.113.
Namun tadi malam, harga minyak mentah kembali memasuki tren bullish, yakni naik 3 persen menjadi US$ 48,22 per barel. Kenaikan itu diikuti penguatan sejumlah harga komoditas logam, seperti emas, nikel, tembaga, dan perak.
Kepala Riset NH Korindo Securities Reza Priyambada mengatakan, dengan adanya tren kenaikan harga minyak, laju rupiah diharapkan mampu berbalik arah.
"Seiring membaiknya pergerakan minyak dunia serta data inflasi yang kian stabil, rupiah dalam support 13.122 serta resisten 13.090. Tetap cermati sentimen yang ada," ujar Reza dalam keterangan tertulisnya, Jumat, 19 Agustus 2016.
Belum adanya kesepakatan para petinggi bank sentral Amerika (The Fed) terkait dengan kenaikan tingkat suku bunga membuat laju dolar AS masih tertekan dan berdampak pada penguatan yen di Asia.
Di sisi lain, data-data yang mendukung seperti current account Europe yang surplus 37,6 miliar euro (vs 37,5 miliar) YoY, UK retail sales meningkat 1,4 persen dari periode yang sama tahun lalu -0,9 persen, dan meningkatnya pekerja di Australia menjadi katalis positif tersendiri untuk mata uang lain, yakni euro, pound sterling dan dolar Australia.
Meski kemarin laju rupiah sempat menguat seiring optimisme terhadap tingkat pertumbuhan ekonomi dalam RAPBN 2017 sebesar 5,3 persen, naik dari target APBN-P 2016 sebesar 5,1 persen, tapi di akhir perdagangan berbalik melemah menjelang Rapat Dewan Gubernur BI untuk membahas penerapan 7-day reverse repo.
DESTRIANITA