TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah melalui sejumlah kementeriannya ingin menambah sektor industri penerima potongan harga gas industri. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution, dalam rapat kordinasi pada Senin 16 Agustus 2016, mengusulkan pembentukan tim khusus untuk membahas harga gas industri lebih mendalam.
“Quick win untuk industri-industri besar, kita tahan dulu,” ujarnya dalam siaran tertulis, Senin, 15 Agustus 2016. Kemenko Perekonomian menargetkan pembahasan selesai dalam sepekan ini. Menurut Darmin, penyelesaian ini harus segera rampung dan tak boleh berlarut-larut.
Dalam rapat koordinasi tersebut hadir Menteri Energi dan dan Sumber Daya Mineral Arcandra Tahar, Menteri Badan Usaha Milik Negara Rini Soemarno, Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto, Kepala SKK Migas Amien Sunaryadi, Kepala BPH Migas Andy Noorsaman Sommeng, Direktur Utama PT Pertamina Dwi Soetjipto, dan Direktur Utama PT Perusahaan Gas Negara Hendi Prio Santoso.
Kementerian Perindustrian dan Kementerian BUMN mengusulkan penambahan sektor industri untuk diberikan diskon harga gas. Padahal dalam aturan yang berlaku, telah disebutkan sektor mana saja yang mendapatkan potongan harga.
Dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 40 Tahun 2016 tentang Penetapan Harga Gas Bumi sebenarnya sudah mengatur soal sektor mana saja yang mendapatkan rekomendasi potongan harga.Ketujuh industri tersebut, antara lain industri baja, industri keramik, industri kaca, industri petrokimia, industri pupuk, industri oleochemical dan industri sarung tangan karet.
Kementerian perindustrian mengusulkan penambahan pada tiga sektor, yakni pulp dan kertas, industri makanan dan minuman, serta industri tekstil dan alas kaki. “Untuk tambahan, tadi kami bicara bukan hanya shortlist, tapi longlist,” kata Airlangga.
Sementara Menteri BUMN Rini Soemarno mengusulkan industri farmasi sebagai sektor yang membutuhkan potongan harga gas. “Kita tak punya bahan baku obat-obatan, mungkin itu salah satu yang perlu ditambahkan”, tambahnya,” ucapnya.
Menteri Rini menambahkan, sektor industri harus menjadi prioritas agar Indonesia berdaya saing. Pasalnya, ia melanjutkan, penggunaan gas untuk industri termasuk yang menguras biaya produksi, yaitu besarannya mencapai 30 persen.
Adapun pemerintah menilai harga gas industri di Indonesia saat ini masih mahal. Hal ini membuat industri pengguna gas dalam negeri memiliki daya saing rendah di pasar internasional.
Menurut data SKK Migas, harga gas di Jawa Timur sekitar US$ 8,01-US$ 8,05 per one million British Thermal Units (MMBtu), Jawa Barat di kisaran US$ 9,14-US$ 9,18 per MMBtu, sedangkan harga untuk wilayah Sumatera bisa mencapai US$ 13,90-US$ 13,94 per MMBtu.
Dibandingkan dengan harga gas di negara-negara lain, harga gas di Indonesia termasuk tiga kali lipat lebih mahal. Beberapa negara lain seperti Jepang, Korea Selatan dan China, patokan harga gas hanya sekitar US$ 4-US$4,55 per MMBtu.
BAGUS PRASETIYO