TEMPO.CO, Semarang - Nilai ekspor Jawa Tengah, pada Juli 2016 sebesar US$ 287,33 juta, atau turun 47,29 persen. Bila dibanding ekspor Juni 2016, senilai US$ 545,13 juta. Nilai ekspor itu itu juga turun 25,22 persen dibanding pada periode Juli 2015, yang mencapai US$ 96,92 juta.
Ekspor kumulatif Januari hingga Juli 2016 mencapai US$ 3.082,59 juta. atau turun 3,25 persen dari ekspor kumulatif Januari -Juli 2015 sebesar US$ 3.186,18 juta,” kata Kepala Badan Pusat Statistik Jawa tengah, Margo Yuwono, dalam siaran pers di kantornya, Senin (15/8).
Dia menyebut, saat ini pangsa pasar utama ekspor Jawa Tengah, selama periode Januari-Juli 2016 sama, yakni Amerika Serikat Jepang dan Tiongkok. “Peranan ketiga negara tersebut terhadap total ekspor Jawa Tengah Januari hingga Juli 2016 mencapai 45,66 persen,” kata Margo.
Tercatat nilai ekspor Juli ke Amerika Serikat mencapai angka terbesar yaitu US$ 77,87 juta. Ekspor ke Jepang sebesar US$34,55 juta, dan ekspor ke Tiongkok mencapai US$25,92 juta.
BPS menyebutkan ekspor Jawa Tengah ke kawasan Asia Tenggara, selama Januari- Juli 2016 mencapai US$ 245,37 juta. Dengan kontribusi hanya 7,96 persen terhadap total ekspor Jawa Tengah. Nilai ekspor ke kawasan asia tenggara itu masih kalah dengan penjualan produk Jateng ke Uni Eropa, sebesar US$ 524,12 juta, atau 17,00 persen.
Menurut Margo, meski anjlok namun produk tekstil dan barang Tekstil, kayu dan barang dari serta bermacam barang hasil pabrik menjadi komoditas utama yang mempunyai nilai ekspor tertinggi. BPS mencatat tekstil dan barang tekstil mempunyai andil sebesar 44,59 persen. Sedangkan kayu dan barang dari kayu memberi andil 17,53 persen. “Sedangkan bermacam barang hasil pabrik memberi andil 12,70 persen,” kata Margo.
Nilai ekspor untuk ketiga kelompok komoditas ini masing-masing sebesar US$144,95 juta, US$ 48,10 juta, dan US$ 26,73 juta.Yang paling parah turun dratis ekspor dari Jateng adalah komoditas migas. BPS menyebutkan nilai ekspor migas Jateng pada Juli 2016 sebesar US$ 0,02 juta atau anjlok 99,76 persen dari ekspor migas Juni 2016 yang sebanyak US$ 10,06 juta.
Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia Jawa Tengah (Apindo) Jawa Tengah, Frans Kongi membenarkan anjloknya nilai ekpsor Jateng itu. Ia menjelaskan faktor yang paling mempengaruhi nilai ekspor Jateng anjlok di antaranya akibat harga komoditas ke luar negeri rendah.“Termasuk produk pertanian kita yang tak laku dijual karena harganya rendah,” kata Frans.
Dia menjelaskan rendahnya nilai jual akibat ekonomi global yang menimbulkan masing-masing pasar asing memproteksi, dengan tak membeli produk sembarangan. “Termasuk Amerika sebagai pasar garmen besar kita, ditambah mereka sedang ada momentum pemilihan presiden,” kata Frans.
Di negara Tiongkok sebagai pasar ke dua Jateng, sedang mengalami pertumbuhan ekonomi yang rendah, sehingga sulit membeli produk Jateng. Menurut Frans, meski ada sebagian pembeli asing mendatangkan produk Jawa Tengah, namun harganya rendah. “Karena harga jual tak menutup biaya produksi,” katanya.
EDI FAISOL