TEMPO.CO, Tegal - Industri logam rumahan di Kota Tegal, Jawa Tengah, kalah bersaing oleh produk logam asal Cina yang kini menyerbu pasar domestik. “Banyak keluhan dari para pelaku industri yang kesulitan menembus pasar di kota-kota besar,” ujar Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Tegal Suripto, Senin, 8 Agustus 2016.
Ketua Kelompok Usaha Bersama (KUB) SU Anwari Kota Tegal Sukamto Rohman mengatakan produk logam dari Cina tersebut membanjiri pasar di Glodok, Jakarta. Biasanya, perajin logam memang mengirimkan produknya ke kawasan perdagangan di Jakarta itu. “Sekarang banyak bakul (tengkulak) di sana yang menolak. Alasannya, sudah banyak dari Cina dan harganya lebih murah,” katanya.
Menurut Sukamto, satu per satu pemilik industri logam rumahan berhenti berproduksi lantaran sepi order. Biasanya, dalam satu bulan, dia bisa menggarap 50 unit mesin bor. Namun sekarang hanya bisa menggarap maksimal sepuluh unit. “Bahkan pernah tidak ada sama sekali,” tutur Sukamto.
Kondisi ini, kata dia, diperparah dengan mahalnya bahan baku. Misalnya, harga besi cor yang biasanya dibeli Rp 10 ribu per kilogram naik jadi Rp 15 ribu kilogram. Aluminium biasanya Rp 20 ribu per kilogram. “Kuningan sekarang Rp 45 ribu, semula hanya Rp 40 ribu,” ucapnya.
Untuk membantu industri logam ini, Pemerintah Kota Tegal telah meminta bantuan kepada Kementerian Perindustrian. Suripto menjelaskan, pada 2015, Kementerian Perindustrian menggelar pelatihan bagi pelaku industri logam di Tegal. Pelatihan itu bertujuan membekali perajin agar lebih siap lagi menghadapi pasar bebas. “Setelah pelatihan, Kementerian mau memberi bantuan alat bubut sebanyak dua unit. Tapi sampai sekarang belum ada, informasinya gagal lelang,” kata Suripto.
Namun Sukamto tak berharap lagi dengan bantuan itu. Sebab, yang dibutuhkan mereka saat ini bukanlah alat, tapi akses kepada pembeli. “Kalau alat, kami gampanglah. Alat kami juga ada. Yang penting pemerintah itu bisa menghubungkan kami kepada buyer,” ujarnya.
MUHAMMAD IRSYAM FAIZ