TEMPO.CO, Jakarta - Harga minyak mentah kembali naik 2,7 persen pada US$ 41,93 per barel. Meski laju komoditas seperti minyak dunia dan CPO sudah mulai menunjukkan kekuatannya, sentimen tersebut dinilai belum cukup mampu memberikan dampak positif terhadap Rupiah. Secara perlahan, rupiah terus bergerak pada teritori negatif.
Menurut Kepala Riset NH Korindo Securities Reza Priyambada, dengan adanya pemotongan suku bunga Inggris dan program stimulus moneter dari BoE, GBP kian melemah dan US$ menguat.
"Kini rupiah tengah menguji level support pada area 13.134. Apabila mampu melewati support tersebut, rupiah akan bergerak pada range support 13.163 serta resisten 13.134. Cermati sentimen yang ada," kata Reza Priyambada dalam pesan tertulisnya, Jumat, 5 Agustus 2016.
Menjelang pertemuan BoE terkait dengan pemangkasan suku bunga serta rilis laporan inflasi kuartalan, US$ terlihat mulai melawan EUR dan GBP, di mana terlihat menguat terbatas sebesar masing-masing 0,16 persen & 0,26 persen.
Saat ini, suku bunga Inggris sebesar 0,5 persen dan terindikasi akan ada pemangkasan menjadi 0,25 persen sehingga membuka peluang bagi US$ untuk melanjutkan penguatan.
Adapun dari dalam negeri, belum adanya sentimen lain yang dapat menahan pelemahan rupiah membuat rupiah rentan melemah lebih lanjut.
Masih lemahnya harga minyak dunia diduga menjadi penyebab pelemahan rupiah pada perdagangan kemarin. Meski harga komoditas lain, seperti nikel, timah, dan batu bara, mulai bergerak rebound, pasar belum merespons keadaan tersebut.
DESTRIANITA K.