TEMPO.CO, Jakarta - Langkah pemerintah memangkas anggaran Rp 133,8 triliun dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan 2016 direspons positif oleh pasar. “Tentu kita tahu bahwa profil Bu Sri Mulyani lebih realistis. Ini positif bagi pasar,” ujar analis ekonomi dari Investa Saran Mandiri, Hans Kwee, ketika dihubungi Tempo, Kamis, 4 Agustus 2016.
Pemotongan anggaran yang terdiri atas pengurangan belanja kementerian dan lembaga Rp 65 triliun serta dana transfer ke daerah Rp 68,8 triliun tersebut, menurut Hans, bukan masalah karena penyerapannya tak terlalu tinggi. Ia hanya berpesan pemangkasan anggaran kementerian dilakukan secara selektif.
Lebih jauh, Hans menilai pemotongan anggaran merupakan hal yang bijak karena semua pihak sedang menunggu realisasi program pengampunan pajak (tax amnesty) yang diharapkan mampu menutup defisit anggaran. “Tax amnesty ini juga yang kami harapkan bisa menaikkan rasio pajak. Jadi, bagus untuk jangka panjang,” tuturnya.
Hans melihat belum banyaknya wajib pajak yang mendeklarasikan aset atau merepatriasi asetnya di luar negeri akibat kekhawatiran bahwa kebijakan pengampunan pajak sebagai jebakan. Padahal Direktorat Jenderal Pajak telah menghentikan penyidikan untuk menelusuri dana wajib pajak, sehingga seharusnya hal ini bisa menjadi kesempatan mereka untuk mendeklarasikan asetnya.
Pemotongan anggaran yang dilakukan Sri Mulyani terutama dilakukan untuk anggaran kementerian yang dianggap tidak menunjang prioritas. Hal tersebut berdasarkan perhitungan kemungkinan penerimaan negara dari sisi pajak yang berpotensi berkurang sekitar Rp 219 triliun.
DESTRIANITA