TEMPO.CO, Jakarta - Komite Eksplorasi Nasional menilai penetapan biaya produksi batu bara untuk Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Mulut Tambang sebaiknya dilakukan oleh konsultan independen guna meng akhiri polemik antara Kementerian ESDM dan PLN.
Komite yang berada di bawah Kementerian Energi dan Sumber Daya mineral (ESDM) itu mengusulkan revisi Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) No. 9/2016 tentang Tata Cara Penyediaan dan Penetapan Harga Batubara untuk Pembangkit Listrik Mulut Tambang.
Beleid itu menjamin bagi perusahaan tambang yang akan membangun Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Mulut Tambang akan mendapatkan margin 15%—25% dari total biaya produksi yang di keluarkan. Selanjutnya margin batubara dari masing-masing PLTU Mulut Tambang ditentukan berdasarkan kesepakatan antara PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) sebagai pembeli dan produsen batu bara sebagai penjual.
Ketua Komite Eksplorasi Nasional Andang Bachtiar menyarankan, dalam menentukan biaya penambangan atau biaya pro duksi sebaiknya dilakukan oleh kon sultan independen yang telah di setujui oleh Kementerian ESDM dan PLN.
“Mengingat perdebatan ESDM dan PLN berawal dari harga (batubara) mulut tambang di Sumatra yang didasarkan atas usulan biaya penambangan dari pihak pelaku tambang atau calon pemasok secara langsung,” ujarnya, Selasa (2 Agustus 2016).
Direktur Utama PLN Sofyan Basir sebelumnya menjelaskan, margin yang ditetapkan dalam Permen ESDM itu telah membuat harga batu bara mulut tambang yang ditawarkan pengembang tidak ekonomis bagi PLN.
Dia mengaku, beleid baru terkait dengan harga batu bara pembangkit mulut tambang tersebut masih memerlukan pembahasan lebih lanjut.
Menurut Andang, untuk PLTU Mulut Tambang skala kecil dengan kapasitas 7 megawatt (MW) hingga 25 MW diusulkan tetap mendapatkan margin 15%—25%, tetapi ditetapkan melalui perhitungan biaya penambangan melalui konsultan independen. Pasalnya, kebutuhan batu bara untuk pembangkit tersebut hanya 35.000 ton—125.000 ton per tahun, se - hingga tidak memungkinkan memperoleh pasokan dari luar wilayah tambang yang berlokasi jauh.
“Juga bukan dipasok oleh perusahaan tambang besar.”
Di sisi lain, untuk pem bangkit berskala besar yak ni dengan kapasitas 100 MW—1.000 MW, penjualan batu bara untuk PLTU Mulut Tam bang dilakukan berdasarkan kesepakat an antara perusahaan tambang dan PLN.
Namun, me nurutnya, kesepakatan tersebut harus tetap diawasi oleh Kementerian ESDM agar tidak terjadi hilangnya cadangan batu bara akibat penjualan yang terlalu murah ataupun keuntungan yang terlalu besar bagi perusahaan.
Sementara itu, da lam Permen ESDM No. 9/2016, biaya pro duksi dihitung berdasarkan ketetapan Direktur Jen de ral Mineral dan Batubara atas na ma Menteri ESDM. Biaya produksi tersebut dihitung mempertimbangkan perkembangan kondisi teknis dan faktor-faktor lain yang mem pe ngaruhi biaya pro duksi rata-rata nasional.
KONSEP TRANSPARANSI
Andang menambahkan, dalam menentukan biaya penambangan perlu mengedepankan konsep transparansi harga antara Kementerian ESDM, PLN, dan pemasok batu bara.
Beberapa poin lain yang harus direvisi dalam beleid tersebut adalah dihilangkannya jarak maksimal antara PLTU Mulut Tambang dengan wilayah tambang yang saat ini ditetapkan 20 km. Hal itu akan memungkinkan jarak wilayah tambang dan PLTU lebih dari 20 km.
Menanggapi usulan revisi tersebut, Kepala Biro Komunikasi Pelayanan Informasi Publik dan Kerja sama Kementerian ESDM Sujatmiko menjelaskan, selama ini dalam menetapkan biaya produksi pihaknya juga telah menggandeng konsultan independen.
Selain itu, kebijakan yang berlaku saat ini sifatnya jangka panjang. Dia mengklaim jika beleid tersebut direvisi lantaran menyesuaikan kondisi yang berlangsung saat ini, maka akan mengganggu keberlangsungan cadangan batu bara dalam jangka panjang.
“Kalau menurut kami Permen (peraturan menteri) ini dijalankan, toh nanti pada akhirnya harga yang dibeli PLN juga diaudit BPK dan diketahui berapa subsidi yang harus dibayarkan oleh pemerintah (ke PLN),” kata Sujatmiko.
Berdasarkan catatan Bisnis, pemerintah memberi sinyal untuk mempertahankan formula harga listrik dari PLTU mulut tambang termasuk margin sebesar 15%—25% bagi pengusaha.
Direktur Jenderal Mineral dan Batubara (Minerba) Kementerian ESDM Bambang Gatot Ariyanto menjelaskan, pihaknya tidak lagi akan mengubah formula margin batu bara mulut tambang yang telah ditetapkan 15%—25%, meskipun PLN sebagai pembeli listrik dari PLTU Mulut Tambang menilai margin tersebut masih terlalu tinggi.