TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan ada perubahan dalam asumsi makro ekonomi di APBN Perubahan 2016. Perubahan itu ada pada aspek nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat dan target defisit APBN terhadap produk domestik bruto (PDB).
"Nilai tukar yang tadinya Rp 13.500 per dolar Amerika akan menggunakan yang lebih update, yaitu Rp 13.300 per dolar Amerika," kata Sri Mulyani di Kantor Presiden, Jakarta, Rabu, 3 Agustus 2016. Sedangkan untuk defisit anggaran yang semula dipatok 2,35 persen, naik menjadi 2,5 persen terhadap PDB.
Ia mengatakan penambahan defisit dari sisi pembiayaan akan mencapai kisaran Rp 17 triliun. Sebelumnya, pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menyepakati target defisit dalam APBN-P 2016 sebesar Rp 296,7 triliun atau 2,35 persen dari PDB.
Baca Juga: APBN Perubahan 2016 Dipangkas Rp 133 Triliun
Sedangkan untuk asumsi makro lainnya, pemerintah tetap mematok pertumbuhan ekonomi di 5,2 persen, inflasi 4 persen, dan surat berharga negara 5,5 persen. Kemudian, harga minyak berada di level US$ 40, lifting minyak sebanyak 820 ribu barel, dan lifting gas 1.150 barel setara minyak per hari.
Presiden Joko Widodo menilai, momentum kondisi ekonomi saat ini sudah mulai membaik dan berharap bisa tetap dijaga. Dalam hal asumsi makro di RAPBN 2017, Jokowi meminta agar penyusunannya sesuai dengan kondisi ekonomi global.
Presiden juga memerintahkan sejumlah langkah efisiensi direalisasikan pada program non-prioritas serta belanja operasional dan barang. "Saya memerintahkan pimpinan bisa disiplin melaksanakan penghematan belanja. Coret, ganti yang masuk logika," ucap Jokowi.
Simak: Rapat dengan Tiga Menteri, Luhut Sampaikan Instruksi Jokowi
Lebih lanjut, Kementerian Keuangan bersama Badan Perencanaan Pembangunan Nasional akan menyisir belanja kementerian/lembaga yang bisa dikurangi. Pengurangan anggaran nantinya tidak mengurangi komitmen pemerintah untuk bidang infrastruktur, pendidikan, tunjangan profesi guru, dan kesehatan.
ADITYA BUDIMAN