TEMPO.CO, Jakarta - Setelah sempat menunjukkan pertumbuhan positif, laba perbankan syariah tercatat menurun signifikan memasuki periode kuartal II 2016.
Statistik Perbankan Syariah yang diterbitkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat, laba perbankan syariah per Mei 2016 mencapai Rp 686 miliar atau turun 37,81 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu senilai Rp 1,10 triliun. Per Mei 2016, bank umum syariah (BUS) mencatatkan kerugian hingga Rp 14 miliar setelah pada periode yang sama tahun lalu mencatatkan laba sebesar Rp 415 miliar.
Baca Juga:
Sementara itu, unit usaha syariah (UUS) mencatatkan laba sebesar Rp 700 miliar per Mei 2016, naik tipis sebesar 1,59 persen secara tahunan dari Rp 689 miliar. Jika dibandingkan dengan bulan-bulan sebelumnya, laba bank syariah terus bertumbuh meski menunjukkan perlambatan di tengah kondisi perekonomian yang belum kondusif.
Pada April 2016, OJK mencatat laba bank syariah mencapai Rp 939 miliar atau naik 7,19 persen dari April 2015 senilai Rp 876 miliar. Sepanjang 2015, laba bank syariah tercatat senilai Rp 1,79 triliun atau tumbuh 3,06 persen secara tahunan dari Rp 1,73 triliun.
Deputi Komisioner Pengawas Perbankan OJK Mulya E. Siregar mengatakan sama halnya dengan perbankan konvensional, penurunan laba bank syariah terjadi karena kondisi makro ekonomi yang masih menunjukkan perlambatan. Terlebih, perbankan syariah juga turut menyalurkan pembiayaan korporasi ke sektor komoditas, terutama pertambangan, yang menyebabkan rasio pembiayaan bermasalah (non-performing financing/NPF) bank syariah membengkak.
Per Mei 2016, NPF bank syariah juga menunjukkan kenaikan. Memasuki periode kuartal II 2016, rasio pembiayaan macet gross BUS tercatat sebesar 6,17 persen atau naik 73 bps secara tahunan dari 5,44 persen. Sementara NPF gross UUS per Mei 2016 tercatat sebesar 3,97 persen atau naik 102 bps secara tahunan dari 2,95 persen.
“Betul , kami minta supaya mereka segera melakukan PPAP, jangan lama-lama, kalau tidak nanti bisa repot,” ujar Mulya saat ditemui di Jakarta, Jumat, 29 Juli 2016.
Mulya menambahkan, sebenarnya kondisi perbankan syariah saat ini telah diantisipasi oleh regulator selama 2010-2013. Saat itu, perbankan syariah mengebut ekspansi pembukaan kantor cabang dan kantor cabang pembantu mengingat bisnis syariah tengah memasuki masa kejayaan.
“Saya bilang nanti bisa tersandung kalau larinya kecepatan. Ya sekarang menuainya, cost -nya kan itu besar buka cabang, sedangkan yang didapat tidak sebanding,” kata Mulya.
Meski demikian, Mulya mengatakan saat ini perbankan syariah sedang gencar melakukan efisiensi dan perubahan fokus bisnis untuk mengoptimalkan kembali perolehan pendapatan. Menurutnya, perbankan syariah sudah mulai melakukan penutupan kantor cabang dan fokus pada bisnis ritel yang cenderung memiliki risiko lebih minim.
Seperti diketahui, OJK mencatat jumlah kantor yang dimiliki BUS dan UUS memang berkurang. Per Mei 2016, jumlah kantor BUS tercatat sebanyak 1.844 unit menurun dibandingkan dengan Mei 2015 sebanyak 2.133 unit. Sementara itu, jumlah kantor UUS per Mei 2016 tercatat sebanyak 313 unit, menurun dibandingkan dengan Mei 2015 sebanyak 327 unit.
Beberapa bank pun mulai mengalihkan fokus bisnisnya dari korporasi ke ritel.